Dia memberikan contoh maraknya hoaks melalui kampanye hitam pada Pilkada Makassar 2020. Kampanye hitam yang marak terjadi saat itu tidak hanya menyerang para kandidat, tetapi juga penyelenggara.
"KPU Makassar diserang oleh adanya selebaran flyer yang menganalisis jumlah survei pasca debat paslon. Jika kita berbicara tentang regulasi dan tugas KPU, mereka tidak berperan sebagai surveyor, dan ini menunjukkan adanya potensi keberpihakan," ujarnya.
Oleh karena itu, Mardiana mengajak masyarakat untuk memahami tahapan Pilkada yang sedang berlangsung agar dapat mengetahui apakah informasi tersebut sesuai dengan tahapan atau tidak.
"Misalnya, isu mengenai surat suara yang telah tercoblos padahal belum ada yang dikeluarkan. Kita perlu menguji kebenarannya dengan memahami tahapan penyelenggaraan yang berjalan," jelasnya.
Komisioner KPU Sulsel, Romy Harminto, juga menyebutkan bahwa kampanye hitam sering digunakan untuk menyerang penyelenggara. Dia memberikan contoh maraknya hoaks tentang data pemilih. Bahkan, pada 2019 lalu, ada hoaks tentang manipulasi surat suara yang telah tercoblos di dalam kontainer. "Setelah pihak KPU mengecek kebenarannya, ternyata itu hoaks," katanya.
Romy menegaskan bahwa KPU dan Bawaslu akan selalu bersinergi untuk meminimalkan dampak negatif dari kampanye hitam pada Pilkada 2024 ini. "Karena kampanye hitam yang digerakkan oleh buzzer juga merupakan orang-orang yang pintar," ujarnya.
"Kita sebagai korban teknologi harus berhati-hati, karena teknologi seperti pisau bermata dua. Tergantung kita bagaimana menggunakannya. Jika kita tidak sadar, teknologi bisa mengiris diri kita sendiri. Oleh karena itu, teknologi adalah alat yang harus digunakan dengan bijak dan hati-hati," jelasnya. (Fahrullah/B)