Sebagai tambahan, survei dilakukan melalui wawancara tatap muka dan hasilnya diawasi melalui quality control secara acak sebesar 20%.
Sebaliknya, menurut Prof. Armin, hasil survei yang dirilis oleh tim DIA mungkin hanya mencakup wilayah tertentu, seperti Makassar, yang menyebabkan hasilnya berbeda.
"Patut menduga mereka hanya memotret basis suara di satu daerah, sehingga hasilnya tidak mencerminkan elektabilitas di Sulawesi Selatan secara keseluruhan," ujarnya.
Sementara itu, pengamat politik M. Saiful menilai adanya dugaan manipulasi dan pelintiran hasil survei yang dilakukan tim DIA sebagai bentuk upaya untuk menyesatkan publik.
Ia menegaskan bahwa ini adalah strategi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan berpotensi merusak integritas proses demokrasi.
“Ini adalah langkah yang tidak bisa dibenarkan, apalagi mengklaim survei tersebut berasal dari Indikator. Ini adalah upaya manipulasi yang sangat vulgar dan tidak etis,” ungkap Saiful.
Komentar serupa juga disampaikan oleh pengamat politik dari UIN Alauddin Makassar, Ibnu Hadjar Yusuf. Ia menambahkan bahwa akademisi harus menjaga integritas intelektual dan tidak menjadikan diri sebagai corong untuk memanipulasi hasil survei demi kepentingan politik.
Sebagai informasi, survei nasional yang dipimpin oleh Prof. Burhanuddin Muhtadi dari Indikator menunjukkan pasangan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi (Andalan Hati) unggul jauh dengan elektabilitas 63,1 persen, sementara pasangan Danny Pomanto-Azhar Arsyad (DIA) hanya memperoleh 17,9 persen. (*)