MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Isu yang hangat dan rupanya kurang mengenakkan bagi masyarakat Indonesia saat ini adalah kenaikan PPN, yang sebelumnya 11% kini menjadi sebesar 12%. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak.
Tentu jika kita melihat secara garis besar korban dari pada kebijakan pemerintah ini adalah masyarakat yang tergolong menengah ke bawah. Termasuk pada pelaku-pelaku usaha yakni sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia akan sangat terpukul, mengingat mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap guncangan ekonomi.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebutkan bahwa pemerintah selalu berupaya untuk menjaga daya beli masyarakat, dan menstimulasi jalannya perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pajak, adalah salah satu instrumen kebijakan ekonomi tersebut karena pajak sangat penting bagi pembangunan negara. Menurutnya, kenaikan PPN 12 persen adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan APBN Indonesia karena mau tidak mau, APBN harus terus dijaga kesehatannya secara konsisten oleh pemerintah.
Dalihnya adalah kenaikan ini menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pemulihan Ekonomi kita tentunya sudah menjadi tujuan utama dari pada pemerintah. Namun, menaikkan PPN sampai pada angka 12% hanya akan memperburuk keadaan.
Sehingga kenaikan PPN ini memantik reaksi keras dari sejumlah kalangan. Termasuk para Aktivis Mahasiswa. Imbas dari pada kebijakan yang tidak masuk akal ini adalah akan adanya kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin menonjol, terlebih pada golongan masyarakat menengah ke bawah yang akan sangat terjepit dengan kebijakan ini.
Muhammad Rafly Tanda selaku ketua bidang PTKP Badko HMI Sulselbar merespon hal ini dengan sangat serius.
"Kebijakan pemerintah terkait Kenaikan PPN 12% ini bukanlah sebuah solusi yang tepat untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, kita tahu sektor ekonomi kita belum sepenuhnya pulih dan kebijakan ini hanya akan memperburuk keadaan," Tegas Rafly.
Pada sektor ekonomi Indonesia mengalami inflasi yang sangat signifikan, sehingga jika hal demikian terjadi akan berdampak pada beban pajak rakyat yang tidak merata akibat kesenjangan sosial dan ekonomi.
"Pemerintah seharusnya mampu melihat dan membaca kondisi yang terjadi di negara kita, menaikkan PPN sebagai dalih untuk memulihkan perekonomian bukanlah langkah yang tepat dan bijaksana, membuat rakyat terbebani bukanlah keputusan yang manusiawi," tambahnya.
Wacana kenaikan PPN 12% tanggal 1 Januari 2025 yang akan datang seakan menjadi angin kencang yang siap menghantam rakyat menuju jurang kesengsaraan. Statement yang diberikan oleh pemerintah pun perlu disayangkan pasalnya mereka tidak pernah melihat pada sisi masyarakat terkhusus orang-orang yang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya pun mereka masih perlu berjuang keras. Lalu kemudian ditampar dengan realitas yang semakin jauh dari harapan dan cita-cita negara ini. (*)