Oleh: Bachtiar Adnan Kusuma
Ketua Forum Penerima Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional
Innalillah Wa Inna Ilaihi Rajiun, kabar duka menyelimuti kota Makassar. Dai’i kondang, Akademisi UIN Alauddin, dan Pengusaha Dr. H. Usman Jasad, M.Pd.I. meninggal dunia pada Senin, 6 Januari 2025 di Siloam Hospital, Makassar. Penulis pertama kali menerima informasi dari Muslimin Kamase, pegiat media online Sulawesi Selatan, yang mengirimkan poster ucapan duka, bahwa Dr. H. Usman Jasad, M.Pd.I. telah wafat. Penulis segera menghubungi nomor HP almarhum, dan terdengar suara serak tangisan bergemuruh dari berbagai dinding di rumah sakit Siloam. Untuk memastikan kebenaran informasi tentang berpulangnya ustaz Ujas, penulis kembali mengontak Dr. H. Ilham Hamid, sahabat kental almarhum sejak masih mahasiswa di Fakultas Dakwah IAIN Alauddin hingga saat ini. "Benar kak, Ujas telah wafat," kata Ilham Hamid dengan terisak tangis menjawab telepon penulis.
Pertama kali penulis mengenal Ustaz Ujas, tepatnya di Fakultas Dakwah IAIN Alauddin pada 1992, saat penulis tercatat sebagai mahasiswa Dakwah IAIN angkatan 1990. Dalam perkenalan penulis dengan Ujas, penulis memetik kesimpulan bahwa Ujas adalah seorang anak muda dari kampung Lassang, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Takalar, yang teguh, kukuh, dan punya semangat membara memburu ilmu demi mengangkat derajat kedua orang tuanya. Ujas berkali-kali menyebut dirinya sebagai anak miskin yang menaklukkan Makassar.
Cerita awalnya, penulis diundang oleh Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, Prof. Dr. H. Abd. Rasyid Masri, S.Ag., M.Pd., M.Si., untuk memberi kuliah umum tentang "Membumikan Literasi dalam Menjaga Tradisi Akademik di Perguruan Tinggi" pada Selasa, 3 September 2024, di Auditorium UIN Alauddin, Samata. Seusai acara, Ujas mendekati dan meminta berfoto bersama penulis, Dr. Ilham Hamid, dan Dekan Prof. Masri. Ujas menyampaikan niatnya untuk membukukan perjalanan hidupnya dalam sebuah buku biografi. Kami berdua, penulis dan Ujas, sepakat untuk bertemu di kafe Balaskosa, Jalan Daeng Tata Raya, Makassar.
Di pertemuan perdana, Ujas menceritakan kisah perjuangannya memburu ilmu di IAIN Alauddin dengan modal pemberian uang dari ibunya, Koasa Daeng Sunggu, dan ayahnya, Nyengge Daeng Lawa, sebesar Rp 25.000. Ujas bertekad dan berkomitmen bahwa dirinya takkan kembali ke kampungnya, Lassang, sebelum berhasil. Ibu Ujas berprofesi sebagai penjual pisang goreng di pasar Tammuloe, Lassang, sementara ayahnya, Nyengge Daeng Lawa, adalah tukang tambal ban dan pengangkut air yang diberikan kepada penjual ikan di pasar Tammuloe. Kompensasinya setiap pasar usai, ayah Ujas menerima imbalan berupa ikan dari para penjual ikan di pasar Tammuloe, Lassang.
Ujas lahir di Lassang pada 25 April 1972. Menamatkan pendidikannya di SMP 1 Palleko, ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Pendidikan Guru Negeri Takalar, kemudian melanjutkan pendidikannya di Fakultas Dakwah IAIN Alauddin, Makassar. Sepanjang perjalanan kariernya, Ujas memilih berdakwah sebagai profesi hidupnya. Sejak 1992, ia memusatkan diri mengembangkan bakat dakwah yang tumbuh dalam dirinya dengan belajar retorika secara otodidak lewat mendengar kaset-kaset dakwah K.H. Zainuddin MZ. Tidak heran jika gaya dakwah Ujas menyerupai gaya retorika K.H. Zainuddin MZ, mulai dari gaya suara, nada, hingga retorika. Sejak 1990-an, Ujas aktif berkeliling berdakwah, yang kemudian mengantarkannya ikut serta menjadi petugas haji di PT. Tiga Utama, pimpinan H. Ande Latief.
Piawai dalam dunia dakwah, Ujas memilih bisnis jasa pelayanan Haji dan Umrah sebagai pilihan hidupnya. Betapa tidak, selain telah malang melintang sebagai pendakwah dan petugas Haji dan Umrah di PT. Tiga Utama, Ujas memilih berhenti dari Tiga Utama dan memutuskan mendirikan Phinisi Umrah dan Haji bersama Amir Hendra, Amirullah Amri, dan K.H. As’ad. Pada 2009, Ujas berhenti dari Phinisi dan mendirikan usaha sendiri yang bergerak di bidang Umrah dan Haji bernama PT. Albayan Permata Ujas hingga sekarang.
Menariknya, kendati sibuk mengelola Ujas Permata Tour, Ujas tidak pernah mau meninggalkan profesinya sebagai pendakwah dan pengajar di almamaternya, yaitu Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin. Dalam pertemuan penulis dengan Ujas, ia berkali-kali menuturkan bahwa dirinya punya obsesi tertinggi, yaitu ingin meraih gelar Guru Besar di UIN Alauddin dan menerbitkan bukunya tentang perjalanan hidup dan kariernya yang begitu inspiratif.