MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Mahkamah Konsitusi (MK) terus mendalami kasus dugaan pelanggaran admistrasi pasangan calon (Paslon) wali kota dan wakil wali kota Palopo nomor urut 4, Naili-Akhmad Syarifuddin dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Palopo 2025.
Dalam sidang agenda mendengarkan keterangan saksi ahli, memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan, Rabu (2/7/2025) kemarin, hakim mahkamah kembali menjadwalkan sidang lanjutan pada Jumat (4/7/2025) besok.
Sebelum sidang ditutup, hakim mahkamah yang dipimpin Saldi Isra didampingi Arsul Sani dan Ridwan Mansyur sebagai anggota, sempat memerintahkan kuasa hukum pihak terkait atau Naili-Akhmad, Julianto Asis untuk menghadirkan langsung salah satu kliennya dalam sidang selanjutnya, yakni Akhmad atau yang akrab disapa-Ome.
"Terkait dengan perkara ini. Kami menyepakati sidang hari ini ditunda dan akan ada sidang berikutnya pada hari Jumat, pukul 14.00 Wib. Kepada termohon atau pihak terkait untuk menghadirkan calon wakil wali kota di persidangan," perintah Saldi Isra kepada Julianto.
"Bisa dipahami semua? KPU, termohon bisa yah? Bawaslu? Diharap kehadirannya lagi pada hari Jumat, pukul 14.00 Wib, tidak panjang sih sidangnya, ada beberapa poin yang harus diklarifikasi kepada calon wakil wali kota, Akhmad Syarifuddin," lanjut Saldi Isra.
Adapun pemanggilan Akhmad dalam sidang berikutnya berkaitan dengan dugaan pelanggaran admistrasi pencalonan saat maju sebagai calon wakil wali kota Palopo mendampingi Nilai. Akhmad disebut tidak jujur atas statusnya sebagai mantan terpidana.
Sebagaimana dalam gugatan pemohon paslon wali kota dan wakil wali kota Palopo nomor urut 3, Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta (RMB-ATK) yang diwakili tim kuasa hukumnya, Wahyudi Kasrul cs, mempersoalkan masalah admistrasi pencalonan Naili, terkait surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan pribadinya dan masalah Akhmad yang dinilai tidak jujur atas statusnya sebagai mantan terpidana.
Menindaklanjuti kehadiran Akhmad, juru bicara (Jubir) Naili-Akhmad, Haedar Djidar memastikan 'jagoannya' itu siap hadir dalam sidang lanjutan sengketa hasil PSU Pilkada Palopo 2025 di Mahakam Konsitusi, Jumat besok.
Ia juga mengatakan, bahwa Akhmad sebenarnya menunggu moment ini agar bisa secara langsung menjelaskan pada hakim konstitusi dan publik terkait yang dipersoalkan penggugat.
"Konfirmasi beliau siap hadir, dan bahkan beliau menyampaikan justru ini kesempatan yang baik untuk menyampaikan kepada publik sekaligus menyampaikan di muka sidang bahwa faktanya begini, dia bisa jelaskan langsung," kata Haedar saat dikonfirmasi via telepon, Kamis (3/7/2025).
Selain itu, kata Haedar, mengenai permintaan hakim mahkamah untuk menghadirkan langsung Akhmad dalam persidangan selanjutnya disebut kemungkinan dilakukan agar mendapatkan jawaban secara objektif.
"Hakim mungkin mau mendalami terkait dengan perkara yang ditujukan langsung pada yang bersangkutan Bapak Akhmad, tentunya mungkin hakim berpendapat atau menilai bahwa untuk mendapatkan sesuatu hal yang objektif, yah mungkin harus memanggil yang bersangkutan," ungkapnya.
Saat ditanyakan terkait masalah Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang sempat diurus Akhmad dan dibahas dalam sidang, Rabu kemarin, Haedar menolak untuk memberikan penjelasan. Ia menyebut, masalah tersebut hanya bersangkutan yang bisa memberikan jawaban.
"Itukan mengapa hakim memanggil beliau (Akhmad), karena dia yang tau persis, saya tidak mau berspekulasi, biarlah ke beliau langsung ditanyakan soal itu, pasti beliau punya argumentasi sendiri," jawab Haedar.
Untuk diketahui, dalam sidang Rabu kemarin, ahli dari pihak terkait atau Naili-Akhmad, Feri Amsari sempat mengungkapkan bahwa dalam perkara sengketa hasil PSU Pilkada Palopo 2025, utamanya terkait dugaan pelanggaran admistrasi wakil wali kota Palopo nomor urut 4 ada hal yang menarik, terutama dalam pengurusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
"Beberapa hal menarik, salah satunya ketika mengurus SKCK, yang mulia, ada form dari kepolisian karena saya diberikan datanya oleh
pihak-pihak. Di form kepolisian itu sebelum mendapat SKCK ada pertanyaan, 'pernahkah saudara (Akhmad) dipidana?' Dijawab oleh pendaftar, 'Pernah'. Dia sendiri mengakui pernah berbuat pidana dan sudah melewati proses itu," ungkap dosen hukum Universitas Andalas itu.
"Jadi, pada titik ini, yang mulia, saya berpendapat, tidak mungkin ada orang punya niat jahat untuk mengakali proses tahapan pemilu kalau dia sendiri pernah menuliskan bahwa dia pernah menjadi terpidana," lanjutnya.
Mendengar penjelasan saksi-saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan, hakim mahkamah, Saldi Isra dan Arsul Sani sempat meminta kepada kelima ahli yang hadir baik dari pihak pemohon, termohon, maupun pihak terkait untuk memberikan pendapat terkait seseorang yang pernah dipidana mengajukan surat permohonan atau pernyataan dirinya tidak pernah dipinana.
"Jika seorang pernah dipidana, kemudian mengajukan surat permohonan menyatakan dirinya tidak pernah dipidana? Gimana menjelaskan integritas calon soal ini? Jadi, lepaskan dulu soalnya ini, apakah di tahap awal atau di PSU? Jadi, kita lepaskan itu, itu nanti kami yang akan menilainya. Karena di beberapa putusan, itu disebut soal integritas. Nah, tolong kelima Ahli menjelaskan ini, bagaimana menilai calon yang dia sendiri pernah dipidana, tapi mengajukan permohonan bahwa dia tidak pernah dipidana?," tanya Saldi Isra.
Menanggapi pernyataan itu, Feri Amsari menjelaskan, soal form SKCK yang sebelumnya diisi oleh Akhmad dengan tulisan tangan secara tidak langsung sudah mendeklarasikan atau mengakui bahwa dirinya pernah dipidana.
"Jadi, dia sendiri yang mendeklarasikan dia pernah melakukan (dipidana) Nah, kalau kemudian ada surat keterangan dari pengadilan yang mengatakan yang lain, ini juga problematika. Teknisnya di lapangan, yang mulia, sebagaimana yang saya ketahui, saya mungkin tidak lebih banyak mengetahui soal teknis, tetapi biasanya LO akan selalu berupaya memenuhi syarat apa saja yang ada. Walaupun sebagaimana disampaikan tadi oleh KPU Sulsel bahwa kalau sudah status terpidana, dia tidak diwajibkan lagi mengurus," ungkap Feri.
"Nah, dokumen, form untuk mengajukan perkara ini, merespons sekaligus pertanyaan Yang Mulia Saldi Isra, adalah bunyinya bahwa tidak pernah mengurus surat keterangan tidak pernah dipidana. Tidak ada keterangan surat pernah dipidana. Ini problematika dua sisi yang perlu dilihat. Hal ini sama juga dengan status Boven Digoel yang pernah saya singgung, formnya mengatakan mengisi tidak pernah terpidana atas dasar putusan pengadilan negeri, sementara dia dipidana putusan pengadilan militer. Pertanyaan besarnya dia harus menulis apa Jadi, ini problematika soal jujur tidak jujur, saya perlu bertanya juga ke yang mulia, adakah orang politik yang jujur 100 persen?," Feri melanjutkan penjelasannya.
Dengan begitu, Feri beranggapan soal apakah gugurnya syarat bagi mantan terpidana, menurut tentu gugur, apalagi yang bersangkutan telah melakukan empat hal yang dipersyaratkan bagi terpidana untuk menyampaikan di media, di ruang publik, dan lain-lainnya. Secara tidak langsung, menurut ahli, hal ini sudah memperlihatkan ada niat baik dari Akhmad.
"Bagi saya, niat jahat itu sebagaimana pemahaman saya yang sedikit soal pidana, kan dimulai dari pendekatan bukan nawaitu (niat), tapi misalnya purposely (sengaja), dia sengaja dengan tujuan tertentu, itu akan hilang ketika dia sudah menyampaikan dia pernah dipidana. Tidak ada recklessly-nya, tidak ada kecerobohannya, dia sudah menyampaikan SKCK-nya dan menyampaikan di dalam forum publik," terangnya.
Lanjut, Feri mengungkapkan, mengenai masalah mengatur pengumuman di ruang publik, termasuk kepada media tertentu diberi kesempatan kepada pemilih untuk mengetahui background dari peserta, dan itu dianggap telah terpenuhi.
"Dan bagi saya keadilan substantif ini akan selalu jauh lebih penting daripada kita mencari-cari kealpaan administrasi. Saya yakin di dalam banyak perkara, yang mulia sudah menemukan banyak sekali kealpaan kecil-kecil maupun besar dari proses prosedural itu sebagaimana yang disampaikan oleh Lowenstein. Saya pikir itu sudah merespons seluruh pertanyaan yang mulia," tutup Feri. (isak pasa'buan/B)