Kritik untuk KAHMI Sulsel

  • Bagikan

Dengan demikian, alumninya pun sudah pasti berlipat-lipat jumlahnya. Bila setiap mahasiswa yang sudah lulus, secara otomatis mereka menjadi alumni HMI. Persoalannya, mereka tergabung atau tidak secara organisasi di KAHMI. Dengan begitu, data alumni baik yang tercatat atau tidak, jumlahnya pasti akan banyak sekali. Pertanyaannya lagi: punyakah KAHMI Sulsel data yang akurat?

Sebutlah KAHMI punya anggota banyak. Pertanyaannya sudahkah efektiv jumlahnya? Berbanding luruskah besar jumlah dengan besar kontribusi? Inilah pertanyaan kritisnya. Boleh jadi subjektif jawabannya. Namun kita bisa mengukurnya pada sejumlah indikator organisasi. Ada banyak indikatornya, namun saya akan menyoroti dua saja produk (output) dan kepuasan kader serta masyarakat (satisfication).

Soal produk KAHMI Sulsel, pastinya disini bersifat intangibel (bukan fisik). Yakni menjadi tempat berhimpunnya alumni yang memiliki kualitas insan cita (akademis, pencipta, pengabdi, bernafas Islam, bertanggung jawab tercipta masyarakat adil).

Akademis adalah mereka para alumni yang berpengetahuan luas, kritis, rasional, dan objektif. Pencipta, mereka para alumni yang inovatif menyelesaikan berbagai masalah di masyarakat. Pengabdi adalah alumni yang ikhlas bekerja demi kepentingan bangsa. Bernafas Islam adalah alumni yang memegang tinggi nilai-nilai Islam. Insan bertanggungjawab mewujudkan masyarakat adil adalah alumni yang komitmen membangun di bidang apapun.

Sudahkah KAHMI Sulsel jadi tempat berhimpun para alumni HMI yang memiliki 5 karakter itu? Apakah KAHMI cukup kritis pada setiap perubahan terjadi di Sulsel? Di mana peran KAHMI dalam turut membangun dan mendukung Pemerintah Daerah dan DPRD? Apa peran KAHMI Sulsel membantu masyarakat mengatasi COVID-19? Seperti apa konstribusi KAHMI Sulsel dalam membangun Islam moderat di Sulsel?

  • Bagikan