Aneh, MA Vonis 2 Tahun Bui Warga Makassar dalam Kasus Pemalsuan saat Masih Berusia 13 Tahun

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Penegakan hukum di Indonesia kembali disorot. Warga pemilik lahan di Biringkanaya Kota Makassar Panca Trisna T dipidana bahkan telah divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Mahkamah Agung (MA).

Diketahui, Panca Trisna T mendapat vonis hukuman dua tahun penjara melalui Putusan Mahkamah Agung R.I. pada tanggal 26 Januri 2022 dengan Nomor 59 K/PID/2022. Dalam putusan itu, Ia dituduh melakukan pemalsuan akta autentik yang terjadi pada tahun 1979.

Putri Panca Trisna, Stella Angelica meminta keadilan atas vonis yang diberikan majelis hakim MA dua tahun bui. Dirinya heran dengan putusan tersebut, sebab bagaimana mungkin ayahnya bisa melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik yang terjadi pada tahun 1979 yang mana saat itu ayahnya masih berusian 13 tahun.

Lebih anehnya lagi, sambung Stella–sapaan akrabnya, saat itu ayahnya tersebut masih berdomisili di Jakarta sementara pemalsuannya terjadi di Makassar.

“Saya Stella Angelica, selaku warga Indonesia meminta perlindungan hukum terhadap ayah saya Panca Trisna kepada Bapak Presiden Jokowi dan Bapak Menkopolhukan Mahfud MD. Bagaimana mungkin ayah saya bisa melakukan pemalsuan akta autentik pada tahun 1979 padahal dia saat itu masih seorang siswa SMP. Tidak cuma itu, waktu itu bapak saya masih tinggal di Jakarta sementara kejadiannya di Makassar,” ungkap Stella, Jumat (18/3).

Diketahui, kejadian itu bermula ketika Panca Trisna membeli tanah dari Hendro Susantio pada tahun 2004. Sebagai pembeli beriktikad baik, Panca Trisna yang tak ingin membeli lahan bermasalah kemudian meminta bantuan PPAT untuk mengecek status lahan tersebut terkait apakah bermasalah atau tidak.

“Dicek di PPAT tidak ada masalah dan sudah balik nama ke nama ayah saya. Sampai akhirnya dijual kembali itu lahan dan tidak ada masalah,” ungkapnya.

Anehnya, pada 2006 Hendro Susantio kemudian dilaporkan di Polda Sulsel oleh Pangku Yudin Sarro dan anaknya bernama Muh Basir dengan tuduhan melakukan tindak pidana dengan pasal yang berlapis-lapis mulai pemalsuan, menggunakan surat palsu, hingga menjual tanpa hak atas tanah.

Padahal secara legalitas, Pangku Yudin Sarro dan anaknya, Muh Basir sebenarnya juga tidak punya bukti autentik bahwa lahan tersebut adalah miliknya. Namun proses hukum di kepolisian terus berjalan.

Belakangan Polda SulSel menetapkan Hendro sebagai tersangka dan dijerat Pasal 263 KUHP, Pasal 167 KUHP dan Pasal 385 KUHP. Namun karena Hendro meninggal dunia maka pada tanggal 14 Juli 2010 tersangkanya kemudian dialihkan kepada Panca Trisna.

Terpisah, Kuasa Hukum Panca Trisna, Husain Rahim Saijje menyebutkan bahwa kasus tersebut sempat mandek hingga pada tahun 2018 kasus itu dilanjutkan dan dilimpah ke kejaksaan hingga dinyatakan P21. Husain menyebutkan, dalam perjalanannya, kasus ini juga menyeret seorang pejabat BPN Kota Makassar berinisial SL.

  • Bagikan