KPU secara total menganggarkan sekitar Rp29,7 triliun untuk honor petugas ad hoc pemungutan suara. Angka itu hanya sebagian dari kebutuhan anggaran untuk badan adhoc.
Rinciannya, total pembentukan badan ad hoc sebesar Rp71,5 miliar sedangkan operasional kerja badan adhoc sebesar Rp4,6 triliun.
Selain itu, KPU berharap dapat menarik minat masyarakat untuk berkontribusi dan berpartisipasi sebagai penyelenggara pemilu yang berdampak pada kualitas dan kuantitas calon badan adhoc.
Koordinator Hubungan Masyarakat, Data Informasi, dan Hubungan Lembaga, Komisi Pemilihan Umum Sulaesi Selatan, Uslimin mengatakan sejauh ini pihaknya sudah mulai mengantisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti Pemilu 2019 lalu, khususnya memberikan batas umur untuk penyelenggara adhoc.
"KPU RI sudah merilis pengetatan usia penyelenggara adhoc, yakni tidak boleh lebih dari 50 tahun," kata Uslimin, Kamis (2/6/2022).
Menurut dia, KPU ingin memastikan para penyelenggara ad hoc pemilu sehat secara jasmani karena faktor penyebabnya meninggal dunia akibat kelelahan dan memiliki riwayat penyakit. Itu sebabnya, alon penyelenggara ad hoc, diharapkan tidak mempunyai riwayat penyakit akut.
Uslimin menyebutkan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlangsung 2020 lalu, seluruh calon ad hoc harus menyertai surat keterangan sehat dari rumah sakit.
"Harus memiliki surat keterangan berbadan sehat. Pada rekrutmen ad hoc pada pemilihan tahun 2020, setiap calon wajib menjalani pemeriksaan kesehatan di tempat yang ditunjuk oleh KPU," ujarnya.
Penunjukan tempat pemeriksaan kesehatan tersebut untuk mengantisipasi jangan sampai ada yang ingin menjadi penyelenggara pemilu dan melakukan manipulasi keterangan sehat.