LUWU, RAKYATSULSEL - Kepolisian Resor Luwu menggelar Press Conference terkait 3 (tiga) kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur di lobi Satuan Reserse Kriminal Polres Luwu, Senin (7/11/2022).
Press Conference yang digelar di Lobi Satreskrim Polres Luwu itu dipimpin oleh Kapolres Luwu AKBP Arisandi, S.H., S.I.K., M.Si. didampingi Kasat Reskrim Polres Luwu AKP Muhammad Saleh, S.E., M.H. dan Kanit PPA Aiptu Awal Jusman, Kasubsipenmas Siehumas Aipda Roma Rombe serta personel Satreskrim Polres Luwu lainnya.
Kasat Reskrim Polres Luwu AKP Muhammad Saleh, S.E., M.H. mengatakan bahwa kasus pertama dilaporkan terjadi sekitar tahun 2019 – 2020, tersangka RU (36) menyetubuhi korban anak AS (11) di rumah tersangka yang terletak di desa lamunre, Kecamatan Belopa Utara Kabupaten Luwu.
"Tersangka menyetubuhi anak kandungnya sebanyak 3 kali mulai tahun 2019 saat anaknya masih duduk di kelas 3 (tiga) SD sampai tahun 2020 dengan cara diancam. Tersangka mengancam korban anak untuk tidak menyampaikan hal tersebut kepada ibu kandung korban dimana anak korban tinggal bersama dengan tersangka dikarenakan tersangka merupakan bapak kandung dari anak tersebut," ujar Muh. Saleh.
"Hal tersebut terungkap pada hari Selasa tanggal 16 Agustus 2022 sekitar pukul 19.00 Wita, dimana korban anak bercerita kepada ibu kandungnya perihal perlakuan yang telah dialaminya dari sang bapak. Pada hari Jumat tanggal 19 Agustus 2020 ibu kandung korban lalu melaporkanya ke Polres Luwu," tambahnya.
Muh. Saleh melanjutkan bahwa kasus kedua dilaporkan terjadi sekitar bulan April - Mei 2022 dalam Bulan Ramadhan 2022, terjadi di dapur dan di belakang Masjid Al Iman Pattedong, Kel. Pattedong Kec. Ponrang Selatan Kab.Luwu. Tersangka HA (45) menyetubuhi korban TA (12) di dalam dapur masjid sebanyak 1 kali dan di belakang masjid sebanyak 1 kali serta mencabuli korban TA (12) sebanyak 1 kali dengan cara dibujuk sebelumnya dengan diberi sejumlah uang.
"Hal tersebut terungkap setelah korban TA (12) menceritakan kepada neneknya dan kemudian neneknya melaporkannya ke pihak kepolisian di Polres Luwu," terangnya.
Lanjut diterangkan bahwa kasus ketiga, dilaporkan pada hari selasa tanggal 13 september 2022 sekitar pukul 22.30 Wita bertempat di rumah korban yang beralamat di Desa Lauwa Kec. Belopa Utara Kab.Luwu. Korban SS (14) baru saja memejamkan mata hendak tidur bersama nenek korban di ruangan depan televisi.
"Kemudian korban SS (14) merasakan ada yang menindih kedua tangannya dan mencium pipi sebelah kanan korban sebanyak 2 (dua) kali, kemudian korban bangun dan melihat wajah tersangka IM (31) berada tepat di depan wajah korban dan kedua tangan tersangka menindih kedua tangan korban. Sontak korban berteriak “mama” sehingga nenek korban bangun dan langsung mendorong tersangka keluar rumah," ujarnya.
"Ketiga tersangka saat ini kita amankan di Rutan Polres Luwu untuk dilakukan proses lebih lanjut sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku dan para tersangka akan dikenakan Pasal 81 ayat (2) dan pasal 82 ayat (1) jo pasal 76e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang jo pasal 64 KUHpidana dgn ancaman kurungan penjara minimal 5 dan maksimal 15 tahun dan denda paling banyak 5 miliar rupiah,” jelas AKP Muh. Saleh.
Kapolres Luwu AKBP Arisandi, S.H., S.I.K., M.Si. mengatakan bahwa ketiga kasus pencabulan tersebut terjadi di wilayah Kabupaten Luwu kemudian untuk semua korbannya adalah anak di bawah umur yaitu AS (11), TA (12) dan SS (14).
"Sejauh ini kami sudah melakukan berbagai upaya melalui edukasi, memberikan himbauan hingga memberikan pendidikan hukum terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di Luwu," ujarnya.
Arisandi melanjutkan bahwa sebenarnya banyak kasus pelecehan atau kekerasan seksual yang tidak terungkap, maupun terlambat terungkap, karena kasus seperti ini dianggap aib bagi keluarga pelaku maupun korban pelecehan.
"Dan yang paling banyak terjadi, korban pelecehan seksual tidak menyadari, apa yang menimpa dirinya itu merupakan tindakan yang melawan hukum, oleh karena itu sangat penting peran seluruh pihak dan stakeholder terkait untuk bersama-sama memberikan pemahaman dan edukasi tentang kekerasan seksual dan upaya pencegahannya," terang AKBP Arisandi. (Irwan)