RKUHP Sah Jadi Undang-undang, Pengamat Nilai Banyak Pasal Karet Rawan Diskriminalisasi

  • Bagikan
Aksi Mahasiswa Tolak RKUHP di Makassar, Senin (5/12). (A/Isak)

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemerintah dan DPR RI resmi menetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang. Pengesahan RKUHP itu ditetapkan dalam rapat Paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Selasa (6/12).

Sementara, rencana RKUHP sendiri masih menuai polemik sebab didalamnya dinilai banyak pasal-pasal yang berpotensi mengancam demokrasi. Salah satunya yang banyak menjadi sorotan adalah soal Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden atau dikenal masyarakat sebagai pasal penghinaan presiden.

Ketentuan hukum tersebut diatur di dalam beberapa pasal dan disebut-sebut bisa dijadikan alat untuk mengkriminalisasi warga negara, khususnya para aktivis atau mahasiswa.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Negeri Makassar (UNM), Herman menjelaskan beberapa pasal yang dimaksud diatur dalam Pasal 218 ayat (1), 219, 240, dan 241. Dimana pasal-pasal itu memiliki frasa menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden, dan menghina pemerintah atau lembaga negara dinilai merupakan norma kabur (blanket norm) atau dapat disebut sebagai 'Pasal Karet'.

Pada pasal ini dijelaskan bahwa tidak ada batasan antara kritik oto kritik dengan menyerang kehormatan atau harkat martabat presiden.

"Pada pasal ini bisa ditafsirkan sesuai kepentingan orang yang menggunakannya. Susah membedakannya dengan kritik oto kritik yang ditujukan kepada presiden atau wakilnya dan kepada pemerintah," jelas Herman, Selasa (6/12).

Selain itu, kata dia, perlu diketahui dalam hal ini soal kedudukan hukum (rechtspositie) presiden atau wakilnya, apakah selaku subyek hukum pribadi (natuurlijke person), atau selaku pejabat negara (ambtenaar), dan hal ini tidak jelas dalam pasal tersebut, sehingga potensinya untuk mengkriminalisasi warga negara sangat besar.

Lebih lanjut Herman menjelaskan, presiden secara hukum memiliki kedudukan hukum selaku, kepala negara, kepala eksekutif, kepala pemerintahan. Sehingga menimbulkan pertanyaan bahwa presiden selaku apa berdasarkan Pasal 218 Ayat (1). Apakah selaku kepala negara, kepala eksekutif, dan kepala pemerintahan.

  • Bagikan