Oleh sebab itu, ia menuturkan jika calon tersebut bisa saja mengandalkan basis partai dan juga basis lainya. Tentu partai NasDem akan selalu memberikan dukungan.
"Kalau saat maju DPD kan mundur dari pengurus. Bukan kader. Jadi, kita NasDem memberikan support dan dukungan, hal lainya basis pemilih kan soal teknis," singkatnya.
Terpisah, Pengamat Politik Unibos Arief Wicaksono mengatakan sejumlah kader parpol yang maju DPD tak bisa terlepas dari bayangan parpol. Sebab, mereka memiliki basis kuat.
"Kita akui saja, siapun calon DPR maupun DPD masih melekat bayang-bayang parpol. Karena faktanya parpol punya basis di berbagai daerah kabupaten/kota. Termasuk di Sulsel," katanya.
Terlepas dari itu, akademisi Unibos itu berpandangan ada beberapa kemungkinan yang biasanya mendasari kepindahan aktor politik dari arena politiknya.
Perpindahan, misalnya dari posisi DPD ke DPR dan begitu pula sebaliknya. Pertama, beberapa figur tersebut ada yang sudah sekian periode berada di legislatif, sehingga mulai merasakan tiadanya tantangan yang berarti lagi berada di arena tersebut.
Bagi mereka, arena legislatif sudah tidak lagi menarik perhatian dan tantangan baru. Fenomena itu mirip dengan yang melekat pada figur yang bukan lagi anggota legislatif.
"Tetapi masih aktif menjadi fungsionaris partai politik. Bagi mereka menjadi aktivis partai sepertinya sudah relatif menjemukan," tuturnya.
Kemungkinan kedua, adalah karena mereka memilih menggunakan dan memaksimalkan pilihan rasional mereka, di tengah ketatnya kompetisi di dalam maupun di luar partai politik mereka.
"Jika mereka masih tetap berada di situ, ada kemungkinan mereka akan dikalahkan oleh figur-figur yang relatif masih baru dalam kompetisi internal sesama mereka," ungkapnya.
Oleh sebab itu, pilihan untuk berpindah arena kompetisi adalah satu-satunya alternatif agar mereka tetap dapat mengkonsolidasikan kekuatan.
"Ketimbang harus berkompetisi dengan kekuatan baru yang lebih fresh dan lebih relevan dengan zaman," pungkasnya. (Yadi/Raksul/B)