"Penyenggara dan pemerintah wajib memnuhi kebutuhan sosial dan kesehatan petugas ad hoc. Wajar jika mereka diberi fasilitas berupa fasilitas kesehatan dan jaminan sosial. Itu permintaan yang realistis," katanya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar itu mengungkapkan, penyelenggara pemilu di tingkat ad hoc merupakan tulang punggung dan peran paling besar dalam pelaksanaan pemilu.
Namun, potensi resiko sangat besar berada di tingkat ad hoc. Oleh karena itu, petugas Pemilu KPU mulai dari pusat hingga desa dan Tempat Pemungutan Suara (TPS) diperhatikan kesejahteraan karena rentan dengan risiko yang dihadapi.
"Kerentanan ini akan dirasakan oleh KPU RI, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS penyiapan tahapan Pemilu. Terutama sekali tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS dengan risiko sakit dan bahkan meninggal dunia," jelasnya.
Pemilu 2019 ada 722 meninggal dan 798 sakit, bahkan di pemilihan (kepala daerah, red) 2020, ada 117 meninggal dan 153 sakit," ujar Ketua KPU Ilham Saputr
Pria yang akrab disapa Muda itu, dia memprediksi kerumitan Pemilu 2024 yang digelar serentak antara Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden secara serentak berikut dampaknya terhadap petugas pemilu membayangi masa depan bangsa ini.
"Publik tentu masih ingat tragedi Pemilu 2019, dimana terdapat 894 orang petugas yang meninggal dunia dan 5.175 orang petugas mengalami sakit," tuturnya.
Dia menambahkan, pada saat itu, penyebab sakit dan meninggal dunia petugas KPU adalah beban kerja yang tinggi baik baik sebelum, selama maupun sesudah hari pemilihan umum.
Selain itu, riwayat sakit sebelumnya menjadi penyebab atau meningkatkan risiko kematian maupun kesakitan di kalangan para petugas pemilu.
"Penyebab lain karena berbagai persoalan psikologis, seperti kecemasan dan reaksi stres fisik yang dialami oleh petugas pemilu baik yang sehat maupun yang sakit," jelasnya. (suryadi/B)