"Sedangkan di sisi lain Puan Maharani yang merupakan penerus trah Soekarno, sampai saat ini masih memiliki elektabilitas rendah sebagai calon presiden," katanya.
Lanjut dia, hal ini tentunya membuat PDIP berada dalam situasi dilematis, jika dukungan diberikan kepada Ganjar maka agak sulit bagi Puan untuk masuk dalam kontestasi pilpres. Sehingga hal ini akan memperkecil peran trah Soekarno di internal PDIP di masa mendatang.
"Namun jika Puan Maharani dipaksakan maju, maka akan sulit untuk memenangkan pilpres," jelasnya.
Kemungkinan kedua, sambung dia, adanya situasi di internal PDIP sendiri, serta kondisi dinamis antara PDIP dengan Jokowi. Alasan itu membuat Megawati tidak ingin tergesa-gesa mengumumkan capres. Sebab, masih menunggu perkembangan lebih lanjut kedua dinamika tersebut.
"Kemungkinan ketiga, PDIP masih wait and see terhadap dinamika parpol-parpol lain, serta manuver para King-Maker. Karena pileg dan pilpres akan terlebih dahulu dilaksanakan dibanding pilkada," tuturnya.
Bahkan, dia menambahkan, parpol besar mempersyaratkan figur bacalon kepala daerah yang ingin mendapatkan rekomendasi untuk maju di pileg terlebih dahulu.
"Hal ini tentunya mempertegas keberpihakan bacalon kepala daerah kepada parpol tertentu, dan itu berarti memperjelas posisinya akan mendukung capres yang mana," demikian pandangan Asratilla.
Terpisah, Manager strategi dan operasional lembaga survei Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandi Syam mengatakan ada kepentingan tertentu masih perlu diselesaikan antara tingkat elit.
"Saya melihatnya ada dua hal yang menyebabkan PDIP belum mengumumkan capresnya," katanya.
Pertama, penentuan capres diinternal PDIP masih alot. Keputusan apakah tiket diberikan ke Puan atau Ganjar, sepertinya PDIP akan melihat dinamika politik yang berkembang di beberapa bulan ke depan.
"Kedua, soal momentum politik. PDIP tidak ingin gegabah dan terburu-buru mengumumkan capres. PDIP kelihatannya sedang mempertimbangkan waktu yang paling tepat," jelasnya.
Menanggapi hal ini, pengamat politik Unismuh Makassar, Andi Luhur Prianto menyebutkan bahwa di luar soal rivalitas internal dan problem elektabilitas.
Lanjut dia, setiap partai punya cara melakukan pemasaran politiknya. Apalagi PDIP sebagai partai penguasa, tentu mereka ingin terus 'lead the game'.
"Bukan mengikuti ritme partai politik lain. PDIP menunjukkan diri bahwa partai ini tidak menari pada gendang yang tabuh partai lain," katanya.