MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Figur-figur yang bakal maju di Pilgub Sulsel 2024 tetap menjadi perbincangan menarik. Nama-nama yang kerap beredar di publik diyakini punya masing-masing kekuatan secara popularitas dan eektabilitas elektabilitas.
Dari sisi 'kendaraan', ketua-ketua partai punya kans besar karena dianggap telah mengantongi tiket. Sebut saja, misalnya, Misalnya, Ketua Golkar Sulsel Taufan Pawe, Ketua Nasdem Sulsel Rusdi Masse, dan Andi Iwan Darmawan Aras, sebagai Ketua Gerindra Sulsel. Andi Sudirman, meski bukan ketua partai tapi diprediksi kuat masih akan menjadi jagoan PDIP karena posisinya sebagai petahana.
Khusus untuk Taufan Pawe seolah-olah telah menjadi "harga mati" untuk diusung oleh Golkar Sulsel. Di sejumlah kesempatan saat Taufan menggelar roadshow, pengurus-pengurus Golkar daerah sudah mematok akan mengusung Taufan menjadi kandidat utama.
Meski begitu, DPP Golkar punya syarat tambahan. Goldel ticket bagi Taufan akan makin moncer bila berhasil lolos sebagai anggota legislatif di Senayan plus meningkatkan perolehan suara Golkar di Sulsel.
Lantas siapa yang bakal menjadi "kuda hitam" dalam kontestasi lima tahun di tingkat provinsi itu nantinya?
Banyak nama yang populer tapi harus kerja keras mendapatkan "tiket". Ada Adnan Purichta Ichsan, Ilham Arief Sirajuddin, Danny Pomanto, dan Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki.
Sekretaris Partai Golkar Sulsel, Marzuki Wadeng menegaskan bahwa Golkar memiliki mekanisme dalam menentukan atau memutuskan bakal calon gubernur yang akan diusung partai berlambang beringin ini. Menurut dia, selain melihat hasil survei, hal penting lainnya adalah DPP menentukan melalui petunjuk teknis, yang sampai sekarang belum diterbitkan seagai rujukan pengurus di daerah.
"Dalam menentukan gubernur dan calon gubernur mekanisme seperti apa? Apakah melihat survei? Golkar juga melihat hasil survei, tapi belum ada juknis DPP," ujar Marzuki, Rabu (1/3/2023).
Mantan anggota DPRD Sulsel itu menegaskan bila melihat petunjuk teknis yang lama, Golkar selalu melihat pergerakan survei dan rekam jejak seorang figur. Selain itu, kata dia, ketua atau pimpinan partai selalu mendapat keuntungan karena namanya lebih utamakan untuk dicalonkan.
"Saya rasa aturan terbaru nanti tidak akan jauh berbeda karena penekanan Ketua Umum, calon Golkar adalah pimpinan partai setempat di setiap daerah," beber Marzuki.
"Apalagi kalau hasil Pemilu 2024 bagus bisa memungkinkan mengusung kader sendiri tanpa koalisi," ujar dia.
Marzuki mengaku, Golkar Sulsel memiliki banyak figur potensial yang layak maju. Itu sebabnya, kata dia, aturan dari DPP sangat penting menerapkan sistem survei untuk menentukan nama yang terbaik diajukan ke DPP.
"Tentu memang sebagai ketua partai, Taufan Pawe lebih diunggulkan. Tapi, pada akhirnya DPP yang menentukan," imbuh dia.
Adapun Ketua NasDem Sulsel, Rusdi Masse menyakan pihaknya masih enggan berbicara mengenai pemilihan gubernur dan kepala daerah. Rusdi menyatakan, seluruh kader dan pengurus ingin fokus pada Pemilu 2024.
"Kami fokus kejar target di Pileg 2024. Karena hasil Pileg jadi acuan di Pilkada atau Pilgub," ujar Rusdi.
Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam menilai banyak figur yang harus kerja keras untuk mendapat tiket di Pilgub Sulsel 2024.
"Bicara tiket pencalonan tentu bicara kekuatan figur kandidat dalam memikat hati parpol," katanya.
Nursandy menilai, bekal politik yang perlu dimiliki oleh figur untuk mengamankan partai yaitu memiliki elektabilitas. Modal politik tersebut wajib dimiliki sebagai daya tarik di mata partai.
"Pengalaman di Pilgub Sulsel 2018, hanya satu ketua parpol yang ikut berkontestasi, yakni Nurdin Halid.
Alasannya, banyak ketua parpol tak sukses membangun elektabilitas yang mumpuni," ujar Nursandy.
Menurut dia, atmosfer Pilgub Sulsel 2024 akan berbeda cerita sebab beberapa figur ketua parpol memiliki elektabilitas yang cukup prospektif. Situasi ini akan menciptakan lobi-lobi politik yang cukup alot dihadapi oleh figur kandidat non parpol yang mengincar posisi calon gubernur.
Kedua, lanjut Nursandy, endorsmen dari tokoh-tokoh berpengaruh dan elite partai. Pengaruh kekuatan jaringan politik yang dimiliki oleh figur kandidat akan ikut menentukan seberapa besar peluang mendapatkan tiket pencalonan di Pilgub Sulsel 2024.
Ketiga, finansial yang memadai adalah hal wajib untuk dimiliki figur kandidat. Tanpa ditunjang kekuatan ekonomi, figur kandidat akan kesulitan meyakinkan parpol.
"Hasil Pemilu 2024 akan menjadi acuan bagi figur kandidat dalam melirik parpol," kata dia.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Naharuddin mengatakan Pilgub Sulsel 2024 akan menarik dan sengit karena banyak figur yang disebut sebut ikut bertarung dengan basis pendukung masing-masing.
Menurut dia, yaang akan menentukan nantinya adalah sejauh mana modalitas dan jejaring yang dimiliki oleh setiap kandidat. Naharuddin mengatakan, ketokohan sangat berpengaruh, tapi tidak signifikan.
"Kecuali tokoh di belakang kandidat ini ikut berjuang menggerakkan mesin mesin pendukung yang dia miliki. Taruhlah figur-figur seperti JK, Aksa Mahmud, SYL, yang punya mesin pendukung yang masih setia sampai saat ini," tuturnya.
Pakar ilmu komunilasi Politik dari UIN Alauddin Makassar, Suharto menyebutkan, semua bakal calon yang akan maju berkontestasi di Pilgub memang harus membuka diri seluas-luasnya untuk menggarap dukungan nanti. Tidak terkecuali, kata dia, melakukan kunjungan terhadap tokoh-tokoh politik baik yang berkiprah di nasional maupun di daerah.
"Tentu tokoh-tokoh tersebut memiliki pengaruh dan juga mempunyai pengalaman yang bisa diakselerasikan dalam menghadapi proses politik itu," ujar dia. (Suryadi/B)