JAKARTA, RAKYATSULSEL - Pegiat Media Sosial yang juga berprofesi sebagai Dokter, Eva Sri Diana, memberikan respons atas kurangnya stok obat untuk pasien TBC.
Dikatakan Eva, obat-obat pasien TBC sering kosong belakangan ini. Padahal kata dia, obat tersebut tidak boleh putus.
"Karena beresiko kebal obat bahkan kematian jika minum obat tidak rutin," ujar Eva dalam keterangannya (12/5/2023).
Eva membeberkan, itu baru satu contoh kasus masalah dari sekian banyak masalah pada sistem kesehatan di Indonesia.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa menjamin ketersediaan obat. Bukan hanya obat TBC, kata Eva. Tapi, masih banyak lagi obat untuk penyakit lain yang sering kosong.
"Obat-obat TBC ini sebenarnya tidak mahal, namun entah mengapa sering kali kosong, bahkan berbulan, bergantian kosong. Tapi ada juga obat yang harganya cukup mahal seperti obat jantung dan obat psikiatri dll, sudahlah mahal barangnya langka pula," lanjutnya.
Akibatnya dituturkan Eva, pasien BPJS jadi sering beli obat sendiri di luar. Padahal tidak semua pasien mampu beli, yang berakibat putusnya pengobatan.
Seingatnya, jauh sebelum hari ini hal seperti itu jarang terjadi. Dia menilai hal seperti itu tidak boleh terulang secara terus-menerus.
"Entah apa sebabnya, entah anggaran kesehatan yang kurang, entah perhatian dari pemerintah yang kurang, masalah ini terus terjasi," ucapnya.
"Harusnya ini yang menjadi fokus pemerintah terutama kemenkes, menjamin ketersediaan obat, terutama obat penyakit kronik yang tidak boleh putus, terutama juga untuk pasien BPJS yg sebagian besar dimanfaatkan oleh pasien ekonomi menengah ke bawah," sambung dia.
Tambahnya, Pemerintah harus lebih memperhatikan Rumah Sakit (RS). Seperti, melengkapi alat dan fasilitas sesuai kebutuhan sehingga tidak lagi terjadi kematian karena ruang rawat ICU yang penuh, alat diagnostik tidak lengkap dll," katanya.
Seperti pada unggahan Eva, seorang penderita TBC berinisial TS. Dia bercerita betapa susahnya mendapatkan obat TBC yang harus terus dia konsumsi.
(FAJAR)