MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemberian remisi atau pengurangan masa tahanan terhadap 122 orang narapidana pelaku kasus korupsi di Sulawesi Selatan (Sulsel), dipertanyakan lembaga penggiat anti korupsi Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi.
Pasalnya, ratusan narapidana koruptor yang tidak diketahui nama dan kasus korupsi apa yang menjeratnya itu tiba-tiba mendapatkan remisi tanpa diketahui apakah sudah memenuhi syarat sebagaimana yang diatur dalam Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022.
Dalam aturan tersebut pelaku koruptor yang hendak mendapatkan remisi disyaratkan untuk membayar lunas denda dan uang pengganti guna mendapatkan hak remisi maupun integrasi, yakni cuti menjelang bebas, cuti bersyarat, dan pembebasan bersyarat.
"Itu penting diketahui bahwa benarkah semua yang diberikan remisi (pengurangan masa tahanan) itu sudah memenuhi syarat. Kalau misalnya syarat itu tidak dipenuhi maka patut dicurigai (ada permainan) ada apa?," kata Wakil Ketua Eksternal ACC Sulawesi, Hamka, kepada Rakyat Sulsel, Kamis (17/8/2023).
Namun menyangkut masalah tersebut, Hamka mengatakan memang sangat sulit untuk dilakukan pengawasan mengingat akses keterbukaan informasi mengenai remisi pelaku korupsi masih terbilang tertutup.
"Cuman kita tidak bisa akses itu soal pembayaran dendanya. Kecuali ada yang bebas itu bisa dikonfirmasi apakah dia sudah membayar dendanya atau belum," terangnya.
"Seharusnya itu dirilis, siapa-siapa narapidana (kasus korupsi) yang mendapatkan remisi, sehingga publik bisa mengetahui dan publik juga bisa mempertanyakan, benarkah dia sudah memenuhi syarat atau tidak (mendapat remisi)," sambungnya.
Adanya pemberian remisi atau pengurangan masa penahanan bagi para pelaku korupsi dinilai masih bertolak belakang dengan sikap pemerintah yang terus menggaungkan sikap anti korupsi. Pemberian remisi bagi koruptor disebut tidak akan memberikan efek jerah sama sekali bagi para calon koruptor lainnya.