Menurut Idham, putusan MK No 65/PU-XXI/2023 menegaskan tentang pasal 280 ayat 1 H Dalam udang-undang Nomor 7 tahun 2017 yang di mana ada pengecualian terhadap fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan.
"Jika ada peserta pemilu yang datang ke sana itu harus tanpa atribut kampanye. Jadi, boleh sosialisasi tapi, ada pengecualian tadi," jelasnya.
Dijelaskan, hal ini sebenernya dalam penjelasan pasal 280 ayat 1 H, UU nomor 7 2017 itu sudah dijelaskan dalam penjelasan tersebut.
"MK mempertegas apa yang dalam penjelasan norma tersebut yang di masukkan ke dalam batang tubuh itu," tukasnya.
Diketahui, aturan PKPU sebelumnya, ketentuan kampanye di dalam Pasal 280 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan tanpa syarat.
Pasal itu lah yang belakangan direvisi MK dalam putusannya. Idham mengeklaim, KPU akan melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan meminta masukan publik. Setalah draf revisi rampung, sebagaimana prosedur perbaikan peraturan, KPU akan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum mengundangkan revisinya.
Kaitan hal ini, Ketua Dewan Pendidikan Sulsel, Dr. Adi Suryadi Culla mengatakan, seharusnya dunia pendisikan kampus atau sekolah tak boleh dirasuki politik praktis berupa kampanye. Hanya saja lebih pada edukasi.
Menurutnya, putusan terbaru MK yang membolehkan ruang bagi peserta pemilu melakukan soaialisasi atau sejis kampanye di lingkup pendidikan harus dipikirkan kembali. Namun, jika sudah tetapkan MK maka harua ada kejelasan lebih detile dari MK dan KPU terkait apa menjadi poin-poin dari putusan tersebut.