Hoaks Politik Ancam KPU-Bawaslu

  • Bagikan
ILUSTRASI

Farid menyadari ada banyak fakta mengenai pemilu yang membutuhkan penjelasan detail dari KPU agar masyarakat tidak termakan hoaks yang saat ini sudah banyak muncul ke permukaan. Dia mengatakan, para penyelenggara dapat mengendalikan informasi valid untuk menambah wawasan masyarakat mengenai kepemiluan. Hanya dengan cara ini, masyarakat bisa kebal terhadap serangan hoaks.

"Kami menginginkan penyelenggaraan pemilu tidak menjadi mitos tapi sebagai sebuah fakta. Itulah mengapa perlu mengendalikan informasi karena banyak peristiwa pemilu yang perlu penjelasan cukup. Kami tidak bisa kendalikan otak dan telinga orang, tapi bisa mengendalikan informasi yang disebar," imbuh Farid.

Komisioner Badan Bawaslu Saiful Jihad mengatakan penyebaran informasi tidak benar bisa memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu, bahkan bisa mengakibatkan perpecahan.

"Hoaks menghiasi ruang-ruang informasi yang sampai ke masyarakat. Dan, banyak informasi tidak benar yang menyebabkan distrust terhadap penyelenggara pemilu," kata Saiful.

Saiful menekankan bahwa penyelenggaraan pada pemilu sebelumnya menjadi pelajaran mengenai dampak informasi hoaks. Dia mencontohkan di Pemilu 2019, sempat beredar informasi bahwa salah salah satu calon main mata dengan penyelenggara. Dampaknya, saat hasil pemilihan diumumkan, sempat terjadi keributan yang sampai menimbulkan korban luka-luka.

Saiful juga mencontohkan informasi hoaks lainnya yang sempat menyebar, yaitu soal KTP bagi warga negara asing (WNA) untuk digunakan sebagai pemilu. Informasi seperti itu digunakan untuk menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.

"Di 2019, konten paling banyak dikategorikan hoaks itu berkaitan dengan politik. Itu bahayanya," ujar dia.

Saiful juga menyampaikan tiga hal yang bisa membahayakan demokrasi. Selain hoaks, dua lainnya adalah pemanfaatan isu SARA serta politik uang.

Terkait isu SARA, kata Saiful, itu digunakan oleh orang atau kelompok tertentu untuk memecah-belah bangsa. Mereka menyebarkan informasi untuk mendiskreditkan kelompok yang dianggap berbeda, tidak sesuku, seagama, atau sevisi.

"Akhirnya hingga hari ini kita masih sering dengar istilah cebong dan kampret. Itu salah satu upaya memecah belah kita," bebernya.

Pengamat politik, Asratillah berpandangan hoaks merupakan salah satu musuh utama demokrasi. Kenapa demikian? Karena hoaks adalah aktivitas yang mengejek rasionalitas.

  • Bagikan