Perlunya Etika Dalam Berpolitik

  • Bagikan
Aminuddin Ilmar.

Hari-hari ini kita disodori perilaku para aktor politik yang tidak lagi mengindahkan etika politik dalam menjalani dan melakoni profesinya sebagai politikus. Kenapa etika politik penting untuk dipahami sebab kita melihat dengan kasat mata begitu mudahnya fatsun politik dilanggar begitu saja oleh anggota partai politik hanya untuk memenuhi ambisinya guna meraih kekuasaan atau jabatan yang lebih tinggi.

Memang tidak ada salahnya seseorang untuk mengambil langkah dan tindakan atau perbuatan seperti itu apalagi sebagai aktor politik yang pernah atau sedang menduduki jabatan apakah itu menteri, gubernur, bupati atau walikota untuk meraih kekuasaan atau jabatan yang lebih tinggi. Apatah lagi aturan untuk itu memang tidak ditemukan pengaturannya sehingga bisa saja itu dilakukan.

Persoalannya adalah apakah perilaku yang secara cepat dan instan untuk melakukan itu meskipun tidak diatur patut atau pantas dilakukan? Disinilah pentingnya etika khususnya etika politik terpahami dengan baik, sehingga berperan dan berfungsi untuk memberikan penyadaran bahwa proses yang cepat dan instan, apatah lagi sampai meninggalkan basis politiknya yang sudah membesarkannya ditinggal begitu saja tanpa dasar dan alasan yang jelas.

Istilah yang populer sekarang ini akan berpindah ke lain hati hanya untuk mengejar kekuasaan dengan dasar aji mumpung dan ada kesempatan untuk itu. Padahal, basis politiknya itu sendiri masih membutuhkan dan memerlukannya sebagai kader terbaik. Namun, apa daya bagi partai politik untuk bisa menahannya tentu hanya bersandar pada hati nurani dan etika politik saja.

Memang tidak mudah untuk bisa menekan sifat egoisme dalam diri, apatah lagi kalau ada ruang yang terbuka lebar dan dukungan kesempatan untuk meraih kekuasaan yang lebih tinggi. Persoalannya adalah apakah proses itu telah dilalui dengan wajar dan memang pantas atau layak untuk bisa meraih jabatan dan kekuasaan yang lebih tinggi. Sebaliknya, bilamana tidak maka tentu saja persoalan etika khususnya etika politik tidak membenarkan hal tersebut.

Sebab, etika politik selalu berbicara soal patut atau pantas atau tidak pantas untuk dilakukan. Dari sudut pandang rekam jejak pengalaman tentu diharapkan adanya rekam jejak pengalaman yang panjang untuk menjadi dasar dalam meraih jabatan atau kekuasaan yang lebih tinggi agar didalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya tidaklah menjadi gamang adanya.

Bilamana etika politik tidak lagi menjadi panduan atau arah yang harus diikuti dan diterabas begitu saja maka tentu saja akan membahayakan proses demokrasi yang sedang kita jalankan bersama. Kita menginginkan proses demokrasi bisa berjalan tanpa tercederai oleh adanya tindakan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan etika politik. Ini berkenaan dengan soal ketidakpantasan atau ketidak patutan dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan menerabas etika politik yang ada.

Padahal, kita mengharapkan atau menginginkan bahwa seseorang yang terpilih dalam proses politik baik melalui pemilihan umum, kepala daerah maupun presiden dan wakil presiden mempunyai rekam jejak pengalaman yang panjang, apatah lagi ingin menjadi calon atau kandidat pemimpin tertinggi pemerintahan negara.

Dengan melihat fakta seperti tersebut di atas maka rakyatlah menjadi penentu dan penilai, apakah proses yang diambil dan telah melanggar fatsun politik dapat diterima ataukah rakyat melihatnya sebagai sebuah pelanggaran yang tidak bisa termaafkan sebagai sebuah pembelajaran bahwa kekuasaan itu pada dasarnya ada batasnya. (*)

OLEH: Aminuddin Ilmar
Pakar Hukum Unhas

  • Bagikan