MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sejumlah jenderal purnawirawan TNI-Polri di Sulawesi Selatan tak ingin kehilangan momentum pada Pemilihan Umum 2024. Pensiun dari kedinasan, tak menyurutkan semangat mereka untuk ambil bagian di atas panggung demokrasi. Di masa-masa purnabakti, malah 'sibuk' berburu kursi.
Beberapa nama yang akan maju sebagai caleg DPR RI dan provinsi yakni Mayor Jenderal TNI (Purn) Gunawan Pangki dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Mayjen TNI (Purn) Heros Paduppai (PKS), Mayjen TNI (Purn) Agustinus (PAN). Ketiga tokoh ini membidik kursi Senayan dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan Dua.
Nama lain Inspektur Jenderal (Purn) Frederik Kalalembang (Demokrat) dan Kolonel (Purn) Amsal Sampetondok (Hanura) juga membidik Senayan dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan Tiga. Di Dapil Sulsel Satu, hanya diisi oleh Brigadir Jenderal (Purn) Idris Kadir dari Partai Demokrat.
Adapun, mantan Komandan Brimob Polda Sulsel Brigjen (Purna) Adeni Muhan Daeng Pabali memilih peruntungan bersama Partai NasDem untuk meraih kursi di DPRD Sulawesi Selatan. Adeni maju melalui Dapil Makassar A yang meliputi sebelas kecamatan di Kota Makassar.
"Alhamdulillah kami rutin melakukan sosialisasi di basis pemilih seluruh kecamatan yang masuk Dapil Makassar A," kata Adeni, Kamis (2/11/2023).
Adeni tak khawatir akan berhadapan dengan dua legislator petahana di internal Partai NasDem. Keduanya adalah Andi Rachmatika Dewi (Cicu) dan Andre Prasetyo Tanta. Menurut dia, saat ini pemilih sudah sangat cerdas untuk menentukan figur yang layak mewakili suara di parlemen.
"Kami tidak khawatir dengan petahana dari internal partai atau pun dari partai lain. Masyarakat sekarang lebih pintar dan cerdas untuk memilih caleg yang punya mempunyai kompetensi dan nyali untuk mewakili masyarakat Sulsel," ujar Adeni.
Adeni mengandalkan basis suara di kalangan keluarga polisi. Dia memastikan, para istri dan keluarga bekas anak buahnya tak akan memilih kandidat lain.
"Istri-istri polisi dan keluarganya punya hak pilih. Mereka ini adalah keluarga besar," imbuh dia.
Adapun, Amsal Sampetondok mengatakan telah mematok target perolehan 70 ribu suara yang tersebar di Luwu Raya maupun duo Toraja.
"Kalau saya sudah dapat 70 ribu suara dan teman-teman lain 10 ribu, maka kami yakin Hanura bisa meraih satu kursi," kata Amsal.
Amsal mengaku tak mengkhawatirkan pengalaman Partai Hanura yang tak lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2019. Menurut dia, kala itu, Partai Hanura diterpa badai internal sehingga hanya sebagian kader yang serius bekerja.
Kali ini, kata dia, kondisi Partai Hanura relatif tak punya perseteruan internal sehingga, target untuk lolos parlemen dan meraih 4 persen bisa tercapai.
"Saya kira, jika seluruh caleg Hanura bekerja keras, maka kami yakin bisa lolos ambang batas," imbuh dia.
Manager Strategi Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam mengatakan peluang para pensiunan jenderal polisi dan tentara untuk terpilih terbilang kecil dengan melihat dinamika kontestasi yang tengah dihadapi.
"Misalnya, peluang Demokrat mengamankan satu kursi di Dapil Sulsel Satu sangat terbuka. Namun Idris Kadir yang maju melalui Demokrat masih sulit menyaingi Aliyah Mustika Ilham," ujar Nursandy.
Adapun Adeni Muhan, kata Nursandy, peluangnya bisa lebih terbuka bila Nasdem masih bisa mempertahankan dua kursi seperti pada Pileg 2019.
"Andi Rahmatika Dewi masih memimpin perburuan pengisian kursi yang ada di NasDem," ujar dia.
Adapun, Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia (PPI), Ras MD menyebutkan peluang purnawirawan TNI/Polri di kontestasi Pemilu 2024 tentu terbuka lebar.
"Saya pikir figur berlatar belakang sipil maupun TNI/Polri punya peluang yang sama untuk terpilih baik pusat maupun daerah," ujar Ras.
Menurut dia, nilai akseptabilitas figur berlatar belakang TNI/Polri lebih bagus, apalagi bila di masa aktif sebagai abdi negara punya rekam jejak yang baik terhadap masyarakat. Olehnya itu, mereka-mereka yang berstatus sebagai purnawirawan, seperti Kepala BNN Sulsel Idris Kadir, Mantan Komandan Brimob Polda Sulsel Adeni Muhan, Amsal Sampetondok mesti memaksimalkan potensi yang mereka telah diinvestasikan kepada masyarakat selama bertugas.
"Mengkapitalisasi informasi bahwa mereka tampil sebagai caleg. Artinya, kerja-kerja caleg pada umumnya mesti dimaksimalkan juga termasuk kerja-kerja data agar makin besar peluang untuk terpilih," ujar Ras.
Pengamat antropologi politik dari Universitas Hasanuddin, Tasrifin Tahara, untuk skala Sulsel, peluang figur dari TNI-Polri cukup besar. "Secara historis komposisi legislatif kita memberi ruang untuk kelompok TNI-Polri mewakili rakyat," ujar dia.
Menurut dia, sejak reformasi ketika TNI-Polri tidak lagi berpolitik, maka kelompok ini sudah tidak ada di legislatif. Kendati demikian, anggota TNI-Polri yang memilih menjadi calon legislatif pada partai tertentu sangat berpeluang ketika mereka tidak aktif lagi (purnawirawan).
"Mengapa saya mengatakan peluang besar karena anggota TNI-Polri selama bertugas sangat dekat dengan rakyat," kata dia.
Tasrifin mengatakan, para pensiunan TNI-Polri ini mengenal lapangan atau kondisi konstituen dengan baik sehingga bisa melakukan pendekatan dalam merebut suara saat pemilihan. Menurut dia, basis yang paling utama adalah keluarga anggota TNI-Polri yang memilih.
"Oleh karena itu mereka bisa berkontestasi dengan caleg lain karena memiliki kapital yang dibangun saat menjadi anggota TNI-Polri aktif," ujar Tasrifin.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Andi Luhur Prianto mengatakan kandidat berlatar belakang TNI-Polri memiliki nilai tersendiri. Sebab, selama ini TNI-Polri menjadi salah satu lembaga yang menghasilkan tokoh pemimpin bangsa.
Menurut dia, munculnya figur kandidat gubernur dari TNI-Polri, baik yang masih aktif ataupun yang telah purnawirawan, membuat Pilkada semakin kompetitif.
"Secara persediaan kader pemimpin TNI-Polri merupakan kawah candradimuka kader pemimpin bangsa," kata Luhur.
Luhur lantas mencontohkan kesuksesan Pilkada di Sumatera Utara (Sumut) dan Maluku yang dimenangkan oleh kandidat berlatar belakang TNI-Polri. Dia menilai mereka memiliki potensi yang tidak dimiliki kandidat sipil lainnya. Di beberapa daerah, seperti Sumut dan Maluku, gubernur terpilih pun berasal dari TNI-Polri.
"Salah satu kelebihan pemimpin dari TNI-Polri yang tidak dimiliki pemimpin sipil adalah memiliki pengalaman penguasaan teritorial," ujar Luhur.
Sejatinya, kata dia, peluang kandidat berlatar belakang TNI-Polri dan sipil dalam pilkada sama saja. Sehingga tetap diperlukan kedekatan kandidat dengan masyarakat jika ingin betul-betul maju pada di Pilgub nantinya. Adapun soal peluang, kata Luhur, sama saja dengan pemimpin yang berlatar belakang sipil. Seperti soal modal sosial yang telah dibangun pada pemilih.
"Di samping memiliki koneksi elite politik nasional, para pensiunan ini pun harus punya kedekatan yang intens dengan masyarakat pemilih," imbuh Luhur. (Fahrullah-Suryadi/C)