JAKARTA, RAKYATSULSEL -- Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ciput Eka Purwianti, mengungkapkan keprihatinannya terhadap pandangan beberapa pihak yang masih menganggap perundungan sebagai bentuk canda anak-anak.
Dalam acara daring berjudul "Peran Kementerian PPPA dalam Menghentikan Perundungan Anak" di Jakarta pada Kamis, Ciput Eka Purwianti menyoroti pernyataan dari seorang guru di sebuah sekolah dasar di Tambun Selatan, Bekasi, terkait kasus perundungan anak.
Menurut Ciput Eka Purwianti, sesuai dengan amanat undang-undang, anak-anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang, serta dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. Jenis kekerasan yang dapat terjadi melibatkan kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, kejahatan seksual, penelantaran, dan eksploitasi anak, baik secara ekonomi maupun seksual.
Ciput Eka Purwianti secara tegas menyatakan bahwa perundungan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang sering terjadi di lingkungan sekolah.
Sebelumnya, seorang siswa SD berinisial F (12) di Tambun Selatan, Bekasi, diduga menjadi korban perundungan oleh teman-temannya.
Dampak perundungan yang dialami F pada Februari 2023 sangat serius, dengan kaki F mengalami cedera dan infeksi. Kondisi kaki tersebut semakin memburuk dan akhirnya F harus dirawat di rumah sakit. Berbagai diagnosis dari beberapa dokter menunjukkan bahwa F mengalami kanker tulang, yang memaksa dilakukannya amputasi pada kaki kirinya.
Saat ini, F sedang menjalani tahap pemulihan di RS Kanker Dharmais, Jakarta, setelah menjalani tindakan amputasi pada kaki kirinya. Peristiwa ini menjadi perhatian serius dalam upaya pencegahan dan penanganan perundungan anak di lingkungan sekolah. (fajar online)