MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerima Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu, dimana nantinya akan melaporkan Dana Awal Dana Kampanye (LADK) paling lambat 7 januari 2024.
Namun laporannya berpotensi tidak ril dikarenakan seluruh calon legislatif (Caleg) akan mengeluarkan biaya individu mereka untuk bersosialisasi tanpa melaporkan ke partai mereka.
Direktur Politik Profetik Institute, Asratillah memang dalam PKPU, diatur soal pelaporan dana yang digunakan setiap Parpol untuk melakukan kampanye. Memang yang melaporkan ke KPU adalah parpol sebagai institusi, walaupun di lapangan para caleglah secara individu yang mengeluarkan biaya.
"Namun sependek pengetahuan saya, biasanya bendahara partai di setiap tingkatan akan meminta laporan keuangan dari masing-masing caleg lalu di rekap, setelah itu diserahkan ke KPU," katanya.
Asratillah melanjutkan pelaporan dana kampanye ini tidak bisa menjadi dasar untuk melihat secara ril berapa uang yang digunakan oleh caleg selama kampanye.
"Bahkan sejumlah uang yang biasa digunakan dalam praktik jual-beli suara tentu tidak akan dilaporkan oleh oknum caleg yang melakukannya," ujarnya.
Asratillah menyebutkan salah satu tujuan pelaporan dana kampanye, adalah untuk mengontrol aliran uang dan logistik selama kampanye. "Karena jika tidak dikontrol maka uang dan logistik akan mengambil alih posisi substansi demokrasi dalam proses pemilu," bebernya.
Dirinya melanjutkan jika Pemilu di Indonesia punya trend semakin mahal, dan ini biasanya berkorelasi positif dengan potensi tindakan korup elit legislatif di masa mendatang.
"Memang mesti ada upaya bersama untuk membuat biaya demokrasi kita menjadi terjangkau. Praktik vote-buying adalah salah satu praktik yang membuat pemilu kita mahal, mesti ada pengawasan partisipatif dari masyarakat agar sebisa mungkin menekan praktik tersebut," jelasnya. (Fahrullah/B)