Hari HAM dan Anti Korupsi, APH Dinilai Setengah Hati Berantas Korupsi

  • Bagikan
Mahasiswa kembali menggelar aksi demonstrasi sambil membakar ban dan memblokade Jalan Sultan Alauddin, Kota Makassar. Akibatnya arus lalu lintas macet, baik dari arah pertigaan Jalan AP Pettarani menuju Kabupaten Gowa maupun arah sebaliknya. Foto: ISAK PASA'BUAN/RAKYATSULSEL

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Puluhan mahasiswa kembali menggelar aksi demonstrasi sambil membakar ban dan memblokade Jalan Sultan Alauddin, Kota Makassar. Akibatnya arus lalu lintas macet, baik dari arah pertigaan Jalan AP Pettarani menuju Kabupaten Gowa maupun arah sebaliknya.

Kelompok mahasiswa ini turun ke jalan menggelar aksi demonstrasi memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) dan hari Anti Korupsi, Senin (11/12/2023).

Dalam orasinya seorang mahasiswa menyampaikan, di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan (Sulsel) korupsi maupun pelanggaran HAM belum dapat dibendung. Pelanggaran HAM yang sangat kasat mata adalah kekerasan terhadap aktivis mahasiswa oleh aparat kepolisian saat menggelar aksi demonstrasi.

"Bahkan dalam skala sektoral kekerasan dan pelanggaran HAM juga dilakukan oleh pihak-pihak perusahaan," ungkap jenderal lapangan aksi, Mujahidin.

Sementara untuk penuntasan kasus korupsi, Mujahidin menilai aparat penegak hukum (APH), mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga hakim dinilai masih setengah hati memberantas para pelaku koruptor. Para penegak hukum dianggap belum melihat kasus korupsi sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.

Ia pun memberikan contoh kasus korupsi Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) di Kabupaten Bulukumba. Dimana tiga terdakwa dalam kasus ini divonis bebas oleh hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar, November 2023 lalu.

"Terkait kasus dugaan korupsi UPPO, ketiga terdakwa tersebut bukannya diberikan hukuman yang jera, justru mendapatkan vonis bebas dari hakim tipikor Makassar, hal tersebut memberikan dasar yang kuat bahwa lembaga penegak hukum sulit untuk dijadikan sandaran dalam mencari keadilan," ungkapnya.

"Seharusnya komisi Yudisial wilayah Sulsel maupun pusat memberikan pengawasan yang baik atas putusan hakim terkait kasus tersebut, sehingga kepastian hukum dan keadilan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya kelompok tani yang telah dirampas hak nya oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab itu," sambungnya.

Mujahidin menyebut, dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi telah banyak mengorbankan HAM dan membuat masyarakat kecil semakin menjerit.

"Dua periode kepemimpinan jokowi telah banyak membuat masyarakat kecil semakin menjerit. Dengan dalih pertumbuhan ekonomi tidak sedikit masyarakat adat dan komunitas lokal yang tergusur, dibungkam bahkan diberikan tindakan represif untuk memperlancar kran investasi," timpalnya.

Bahkan yang baru-baru ini, kata dia, penggusuran secara paksa masyarakat pulau Rempang. Dia mengatakan hal itu bagian dari bukti tidak berpihaknya pemerintah kepada rakyat kecil.

"Tak hanya itu perlindungan atas kebebasan berekspresi sebagai upaya untuk menyehatkan alam demokrasi terus saja mendapatkan intimidasi, teror dan represif," tandasnya.

Adapun tuntutan mahasiswa ini diantaranya, usut tuntas pelanggaran HAM di masa lalu, hentikan perampasan ruang hidup, wujudkan reforma agraria, dan hentikan represifitas aparat terhadap demonstran.

Kemudian tuntaskan dugaan kasus korupsi Uppo di Bulukumba, mendesak OJK segera mencabut izin usaha PT FIF Makassar karena diduga melakukan pelanggaran HAM terhadap debitur, dan wujudkan supremasi hukum. (Isak/B)

  • Bagikan