MAKASSAR, RAKYATSULSEL - DPRD Sulsel mempertanyakan sikap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulawesi Selatan yang memberikan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Pengelolaan Keuangan Tahun Anggaran 2023 kepada Pemerintah Provinsi Sulsel di tahun 2024.
Wakil ketua Komisi A DPRD Sulsel, Arfandi Idris menyampaikan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Provinsi Sulsel, perlu melihat detil apa saja masih menjadi beban, sehingga banyak beban utang perlu menjadi catatan khusus.
"Saya selaku anggota DPRD Sulawesi Selatan dari fraksi Partai Golkar mengkritisi hal LHP BPK terhadap APBD Sulawesi Selatan 2023," ujarnya, saat ditemui di DPRD Sulsel, Selasa (25/6/2024).
BPK telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan berbagai catatan terhadap pengelolaan keuangan daerah tahun 2023 kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Beberapa catatan tersebut, diantaranya kelebihan perhitungan realisasi belanja tambahan penghasilan pegawai (TPP) pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil serta tunggakan retribusi daerah.
Menurut politisi Golkar itu, ada beberapa hal yang tidak menjadi temuan BPK. Padahal ada sejumlah kegiatan Pemprov yang diselenggarakan pemerintah itu tidak menjadi temuan.
"Berkaitan proyek-proyek mangkrak, ini berbagai proyek tidak menjadi temuan. Proyek mangkrak itu bagi saya sudah menjadi temuan kenapa BPK tidak masukkan jadi temuan," katanya .
"Misalnya itu rest area (batas Jeneponto-Bantaeng), kantor penghubung bali dan berbagai kegiata-kegiatan lain yang mangkrak dan itu sudah kerugian negara. Kok tidak menjadi temuan," tambah Arfandi.
Politisi asal Bantaeng itu menyebutkan, banyaknya kegiatan yang sudah diselenggarakan oleh pihak ketiga namun 2023 itu tidak terbayarkan, harus menjadi perhatian BPK.
Lanjut dia, persoalan lain juga dimana berbagai kegiatan parsial oleh sepihak dilakukan eksekutif (Pemprov) merubah APBD kegiatan. Dimana kegiatan yang dimksud, parsial itu hanya kegiatan yang diubah bukan APBD nya, tetapi ini dilakukan perubahan.
Pihaknya menyayangkan BPK memberi Opini WTP ke Pemprov dalam pengelolaan keuangan wajar tanpa pengecualian, padahal banyak pengecualian.
"Karena ini akan berlanjut, kalau tidak temukan, otomatis berkaitan pada Silpa 2023. Padahal kalau kegiatan tidak terlaksana sudah otomatis anggarannya menjadi silpa, itu paling sedikit Rp500 miliar. Tapi silpanya hanya Rp27 miliar," jelasnya.
Untuk itu pihaknya berharap BPK menjadi pintu terakhir pelaksanaan keuangan. (Suryadi/B)