Wakil Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Arfandi Idris menyampaikan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Provinsi Sulsel perlu melihat secara detail apa saja yang masih menjadi beban sehingga banyak utang perlu dicatat secara khusus.
“Saya sebagai anggota DPRD Sulawesi Selatan dari fraksi Partai Golkar mengkritisi LHP BPK terhadap APBD Sulawesi Selatan 2023,” ujarnya saat ditemui di DPRD Sulsel.
BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan berbagai catatan terhadap pengelolaan keuangan daerah tahun 2023 kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Beberapa catatan tersebut, antara lain kelebihan perhitungan realisasi belanja tambahan penghasilan pegawai (TPP) pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil, serta tunggakan retribusi daerah.
Menurut politisi Golkar itu, ada beberapa hal yang tidak menjadi temuan BPK, padahal masyarakat mengetahui ada sejumlah kegiatan Pemprov yang tidak menjadi temuan.
“Berkaitan dengan proyek-proyek mangkrak, bagi saya itu sudah menjadi temuan. Kenapa BPK tidak memasukkannya sebagai temuan?” katanya.
“Misalnya, rest area (batas Jeneponto-Bantaeng), kantor penghubung Bali, dan berbagai kegiatan lain yang mangkrak dan sudah merugikan negara. Kok tidak menjadi temuan?” tambah Arfandi.
Politisi asal Bantaeng itu menyebutkan banyak kegiatan yang sudah diselenggarakan oleh pihak ketiga namun pada 2023 tidak terbayarkan. Hal ini harus menjadi perhatian BPK.