SBY Penentu Jagoan Demokrat

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Demokrat belum memastikan sosok yang akan diusung pada pemilihan gubernur Sulawesi Selatan pada 27 November mendatang. Nama-nama yang telah mendaftar belum mendapatkan surat panggilan untuk menjalani uji kelayakan dan uji kepatutan yang akan digelar oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

Meski demikian, figur yang tengah mengincar 'tiket' Partai Demokrat tersebut harus berupaya 'merebut' hati Susilo Bambang Yudhoyono dan Andi Alfian Mallarangeng. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menjadi penentu calon yang akan diusung.

Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menyatakan sampai saat ini bursa calon Demokrat untuk Pilgub Sulsel masih sangat dinamis. Menurut dia, pihaknya terus melakukan pendalaman-pendalaman terhadap nama-nama yang telah beredar.

"Meski begitu, untuk pemilihan gubernur menjadi ranah dari Majelis Tinggi Partai yang dipimpin langsung SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang menentukan," kata Kamhar kepada Rakyat Sulsel, malam tadi.

Kamhar mengatakan, untuk menyeleksi figur yang akan diusung, Majelis Tinggi Partai dibantu oleh Satuan Tugas Pilkada-Pilgub yang dipimpin oleh Andi Alfian Mallarangeng yang juga sekaligus Sekretaris Majelis Tinggi Partai.

Menurut Kamhar, pada dasarnya Partai Demokrat berikhtiar dalam mengusung calon gubernur, sedapat mungkin bisa linear dengan Koalisi Indonesia Maju saat pemilihan presiden lalu. Meski begitu, kata dia, realistis bahwa terjadi konfigurasi politik pusat dan daerah yang kerap berbeda.

"Peta politik dan dinamika politiknya juga berbeda. Yang jelas, Partai Demokrat akan memutuskan dengan cermat dan seksama mengingat Sulsel merupakan etalase dan barometer politik di Indonesia Timur," ujar Kamhar.

Sebelumnya, sejumlah figur telah mendaftar di Partai Demokrat Sulsel untuk maju sebagai calon gubernur. Mereka yakni wali Kota Makassar Danny Pomanto, mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS), Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan dan eks Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Dari empat nama tersebut, baru Danny dan IAS yang telah mengembalikan formulir.

Adapun, Ketua Demokrat Sulsel, Ni'matullah menolak mengomentari masalah Pilgub Sulsel. "Nanti saja. Kalau ada perkembangan pasti kami akan sampaikan," imbuh dia.

Sebelumnya, Ni'matullah mengatakan wacana yang dibangun oleh elite di tingkat nasional agar KIM mengusung figur yang membawa aspirasi daerah sinergitas dengan pusat, "Jadi, sudah dibicarakan di tingkat nasional untuk Pilgub. Itu terutama di enam provinsi besar seperti Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulsel. KIM akan bersepakat bersama-sama di enam provinsi ini," kata Ni'matullah.

Mengenai figur yang berpotensi mendapat dukungan dari KIM, Ni'matullah, mengatakan masih dalam penjajakan dan penjaringan. Salah satunya, adalah Iwan Aras.

"Karena menyangkut Pilgub memang ada beban psikologis Demokrat. Kalau kader utama Gerindra maju, ya, kami pasti kecenderungannya ke situ. Ini ada ikatan yang sifatnya politis secara nasional antara Gerindra dengan Demokrat," imbuh dia.

Hanya saja sejauh ini, Iwan Aras belum menyatakan sikap mengenai kesiapannya maju di Pilgub. Sehingga posisi Demokrat, kata Ni'matullah, masih dalam proses penjajakan.

Dia mengatakan Partai Demokrat akan bersama Gerindra apabila nantinya mendorong kader internalnya di Pilgub nanti. Dan diharapkan adalah Iwan Aras.

Selain di tingkat Provinsi, untuk pilkada kabupaten/kota, kata Ni'matullah, arah koalisi cukup dinamis. Dia mengatakan, tak ada prioritas KIM, melainkan sesuai kebutuhan dan peluang parpol.

"Kalau kabupaten kota lebih cair permainan. Tapi kalau di Pilgub, saya juga agak berat untuk berani melawan kecenderungan itu," beber dia.

PKB Siapkan Dua Nama

Sementara itu, Sekretaris Partai Kebangkitan Bangsa Sulsel, Muhammad Haekal mengatakan, sudah ada nama yang disiapkan untuk didukung untuk maju di Pilgub Sulsel. Dua nama yang disiapkan itu adalah Sudirman Sulaiman dan Danny Pomanto. "Dua nama itu yang disampaikan oleh DPP," kata Haekal.

Menurut Haekal, salah satu alasan dan pertimbangan mencuatnya dua nama tersebut karena dinilai memiliki rekam jejak yang jelas. Keduanya, kata dia, memiliki peluang besar menang di Pilgub Sulsel.

"Alasan sederhananya, PKB memilih figur yang peluang untuk menang besar," ujar dia.

Ada enam figur yang telah mendaftar di PKB. Mereka yanki Annar Salahuddin Sampetoding, Danny Pomanto, IAS, Andi Muhammad Bausawa Mappanyukki, Sudirman Sulaiman dan Adnan Purichta Ichsan.

Saat ditanya, ASS yang tidak mengembalikan formulir dan belum mengikuti uji kelayakan di DPP PKB. Haekal menyebutkan bahwa proses pendaftaran dan pengembalian cagub bisa lewat sistem online, serta bisa diakses ke DPP.

"Sepertinya dia menginput lewat aplikasi online. Biasanya begitu kalau sudah menginput lewat aplikasi pasti terbaca di DPP," beber Haekal.

Direktur Nurani Strategic Nurmal Idrus menilai belum ada jagoan yang diumumkan Demokrat dan PKB untuk Pilgub karena dua partai ini tidak memiliki kader internal yang ngotot untuk maju.

"Demokrat dan PKB ini lebih leluasa melihat siapa yang pantas untuk didorong, apalagi dia tidak memiliki kader yang bisa di dorong," katanya.

Sehingga dalam menentukan jagoan, kata Nurmal, Demokrat dan PKB sangat dinamis. "Pasti mereka akan mengambil calon yang memiliki elektoral yang tinggi dan berpotensi menang. Dia tidak tersandera oleh adanya kader sendiri. Yang sulit itu bagi Partai, ada kader elektabilitasnya rendah tetapi memaksakan diri maju," ujar dia.

Soal partai ini yang melihat arah dukungan Koalisi Indonesia Maju (KIM), Nurmal menyebutkan, koalisi di provinsi biasanya tidak linear dari DPP.

"Kepentingan Pilpres dan kepentingan Pilgub dan Pilkada itu lain. Partai-partai akan menilai yang mana menguntungkan mereka. Kalau KIM menguntungkan pasti akan pertahankan, kalau tidak pasti mencari koalisi lain," imbuh Nurmal.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Makassar, Andi Ali Armunanto menyebut, Partai Demokrat dan PKB adalah partai yang tergolong sebagai partai papan tengah dan sangat diperhitungkan posisinya dalam pembentukan koalisi, baik tingkat kabupaten/kota, maupun provinsi. Selain partai yang terbilang memiliki nama besar di masyarakat. Secara posisi di legislatif juga memiliki jumlah kursi yang cukup untuk dilirik partai lainnya.

"Demokrat, PKB, dan PKS kalau misalnya bergabung, mereka sudah bisa mengusung satu calon. Sehingga pengaruhnya sangat signifikan. Begitu pula dengan partai lainnya, para kandidat tentu akan sangat diperhatikan keberadaannya, karena posisi mereka sangat krusial dalam membentuk koalisi," ujar Ali Armunanto.

Bahkan, kata Ali Armunanto, partai seperti NasDem yang bisa mengusung calonnya sendiri pun masih mencari partner untuk koalisi. Partai-partai seperti Demokrat dan PKB yang berada di papan tengah dinilai sangat diincar karena posisinya bisa menentukan koalisi nantinya.

Namun, menurutnya, partai-partai ini harus berhati-hati dalam menentukan pasangan atau koalisinya. Terlebih melihat dinamakan politik di Sulawesi Selatan yang sampai sekarang ini belum ada figur atau calon gubernur yang begitu kuat secara elektabilitas, berbeda dengan Pilgub 2019 lalu.

"Berbeda 2019, dulu ada Nurdin Abdullah yang posisinya memang sangat kuat. Tapi di 2024 ini tidak ada calon yang sekuat itu. Kekuatan calon merata dan pembentukan preferensi politik di publik itu sangat terlambat sampai sekarang. Kita lihat hasil survei tidak tau dan tidak jawab itu masih sangat jauh lebih besar daripada presentasi kandidat-kandidat, ini yang membuat partai sangat berhati-hati untuk menentukan pilihannya," sebut dia.

"Tapi kalau kita bicara peluangnya, yah peluangnya tentu sangat besar karena keberadaan mereka sangat dibutuhkan dalam upaya pencalonan. Saya rasa partai seperti Nasdem yang bisa mencalonkan sendiri pun tidak terlalu percaya diri mengusung sendiri calonnya. Apalagi parti-parti yang lain, sehingga keberadaan parti ini sangat diperhitungkan dan sangat dibutuhkan dalam konteks koalisi," sambung Andi Ali.

Sisi lain, Partai Demokrat dan PKB yang bisa dikatakan krisis kader utama pada Pilgub Sulsel juga disebut menjadi faktor kedua partai ini belum menentukan usungannya. Mereka dianggap sama dengan partai lainnya masih memantau pergerakan para figur atau calon yang memiliki peluang bisa memenangkan pertarungan.

"Makanya banyak partai sejak awal memprediksi kader internal sebagai kosong dua. Seperti NasDem karena melihat kondisi elektoral itu, tapi sisi lain partai yang memiliki kader secara elektoral cukup juga masih memantau untuk siapa dipasangkan karena nanti rekomendasinya kan dipasangkan bukan satu-satu," imbuh dia. (fahrullah-suryadi-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan