MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Sengketa lahan SD Inpres Pajjaiang yang terletak di Jalan Pajjaiang, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, berbuntut pada penyegelan sekolah. Kasus yang sempat ramai pada Desember 2023 ini ternyata belum menemui titik terang antara pihak yang mengaku ahli waris lahan dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar.
Kemarin, Rabu (17/7/2024), pemilik lahan masih melakukan penggembokan pagar yang disertai pemasangan spanduk di dua gerbang pintu masuk sekolah yang berdiri sejak puluhan tahun itu. Akibatnya, puluhan siswa tidak bisa masuk dan aktivitas belajar mengajar di sekolah tersebut terganggu sejak, Selasa kemarin (16/7).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, lahan tersebut merupakan milik almarhum Badjida Bin Koi yang kini diwariskan kepada keturunannya. Hal itu diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 1021 K/Pdt/2020 tanggal 3 Juni 2020 berdasarkan Persil 45 D II Kohir 460 C1.
Ahli waris lahan menuntut agar Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar segera membayarkan ganti rugi lahan sebesar Rp14 miliar sesuai dengan putusan MA tersebut.
Kuasa Hukum ahli waris, Munir Mangkana mengatakan pihaknya akan membuka segel tersebut apabila Pemerintah Kota Makassar selaku tergugat menyelesaikan ganti rugi yang dimaksudkan. Namun sebelum permintaan itu dipenuhi, pihaknya sementara melakukan penyegelan.
"Hasil pertemuan tadi sementara kita masih menunggu beberapa ahli waris lagi membuat kesepakatan baru, nantinya kesepakatan ahli waris ini akan kita sampaikan ke Pemerintah Kota Makassar seperti apa kesepakatannya. Karena pada proses hukum ini sudah akhir di pengadilan MA," kata Munir kepada wartawan, Rabu (17/7/2024).
Munir menyebut, sekolah tersebut dalam waktu tiga hari ke depan akan terus disegel disertai pemasangan spanduk. Pemerintah Kota Makassar juga diminta bergeming menyelesaikan persoalan ini, terlebih sudah ada putusan MA yang menyebutkan jika lahan itu milik penggugat.
"Kami sudah banyak memberikan (kompensasi) kepada Pemkot menempati tempat itu, tapi ingat dong sudah ada putusan MA yang mengikat bahwa kepemilikan tempat itu ada pada ahli waris. Kami tetap pasang itu (spanduk) sambil menunggu hasil diskusi para ahli waris, kalau memang tidak ada niat baik dari Pemkot kami akan tutup," ucapnya.
Adapun kata Munir, nilai yang harus dibayarkan pihak Pemerintah Kota Makassar sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) mencapai kurang lebih Rp14 miliyar, sebagaimana dalam putusan MA bahwa pihak tergugat harus segera membayar uang ganti rugi, bukan mengosongkan tanah yang di tempati sekolah tersebut.
"Putusan MA itu menyebutkan agar (Pemkot Makassar) segera membayar ke ahli waris, bukan mengosongkan, kurang lebih Rp1,5 juta per meter. Total kurang lebih Rp14 miliar," ungkapnya.
Meskipun telah dimenangkan ahli waris di tingkat MA, namun Pemerintah Kota Makassar diketahui kembali melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus tersebut. Munir menduga Pemerintah Kota Makassar memiliki alat bukti yang baru hingga kembali mengajukan proses hukum selanjutnya.