Oleh: Babra Kamal
Pengajar Ekologi Politik di Universitas Teknologi Sulawesi
MAKASSAR, RAKYATSUSEL.CO - Dalam debat pilkada yang lalu, salah satu kandidat pasangan calon bupati bertanya kepada kandidat lainnya mengenai pandangannya tentang ekonom sirkuler dan bagaimana menerapkannya dalam bentuk kebijakan nantinya. Sang lawan tidak langsung menjawab. Ada jeda sebentar sebelum akhirnya paslon tersebut menjawab.
Namun entah ia tak menguasai materi atau tak pernah mendengar sama sekali istilah itu, ia menjawab secara serampangan, bahwa kelak ia kan menjalankan ekonomi sirkuler ketika ia terpilih nantinya, “Ekonomi sirkurel ini sangat penting juga, insyaallah kita kembangkan berbagai UMKM ke depan termasuk juga di bidang pertanian bagaimana pertumbuhan ekonomi kita lebih bagus ke depan”.
Menanggapi hal tersebut paslon yang bertanya menyanggah lawannya dengan mengatakan bahwa yang ia maksud dengan ekonomi sirkuler itu adalah sebuah model dan pola produksi dalam sistem ekonomi, bisnis, dan industri yang bersifat sirkuler. Dengan rancangan dari awal secara sadar dan niat untuk mencegah, memulihkan dan meniadakan dampak lingkungan dari seluruh proses produksi.
Saat diberi kesempatan untuk menanggapi kembali jawaban dari sang penanya, ia malah menyampaikan bahwa di kabupaten atau daerah, belum terlalu menonjol soal permasalahan lingkungan yang penting sekarang persoalan ekonomi.
Paradigma Berpikir
Dalam pandangan konvensional, kita cenderung memahami paradigma pembangunan berkelanjutan dalam relasi bipolar antara pembangunan ekonomi di satu pihak dan pembangunan lingkungan hidup dan sosial budaya di pihak yang lain.
Dalam kerangka berpikir seperti itu, kita lalu mempertentangkan pertumbuhan ekonomi demi peningkatan kesejahteraan dan pemberantasan kemiskinan berhadapan dengan pelestarian lingkungan hidup dalam pola hubungan diametal.
Akibatnya, para industrialis dan pelaku bisnis dipertentangkan dan menempatkan dirinya dalam pola hubungan yang beseberangan dengan para pegiat dan pemerhati lingkungan hidup yang dianggap anti-pembangunan. Para pelaku bisnis sebaliknya dianggap sebagai perubahan lingkungan hidup.
Karena itu, solusi atas krisis dan bencana lingkungan hidup harus dimulai dengan mengubah cara berpikir yang harus menempatkan pembangunan ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial budaya sebagai satu kesatuan yang tidak dipertentangkan, tetapi satu kesatuan asasi.
Dengan demikian, mengejar pertumbuhan ekonomi harus menjadi satu dan terintegrasi dengan pelestarian lingkungan dan sosial budaya, ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan tidak bisa dipertentangkan dalam satu sistem ekonomi yang sama: Ekonomi Sirkuler.
Dengan kerangka berpikir seperti itu, maka, sebagaimana direkomendasikan oleh Fritjof Capra, solusinya adalah dengan rancangan ekologis, yang mengintegrasikan pencapaian ketiga kepentingan tersebut pada setiap level awal perencanaan produksi, pemilihan teknologi, bahan baku, lokasi pabrik, sampai pada proses produksi dan pengelolaan limbah pada setiap tahapan proses produksi hingga pola distribusi produk ke pasar dan konsumen akhir.
Revolusi Biomimikri
Dalam pemikiran Janine M. Benyus rancangan ekologis ini merupakan sebuah pendekatan baru yang benar-benar radikal, sebuah revolusi yang disebutnya sebagai Revolusi Biomimikri. Berbeda dengan Revolusi Industri yang menjadi biang kerok ancaman kehidupan di bumi, Revolusi Biomimikri memperkenalkan sebuah era baru yang tidak didasarkan pada apa yang dikeruk dari alam, tapi pada apa yang dapat kita pelajari dari alam” yaitu, apa yang dapat kita tiru dari bagaimana alam mempertahankan dan mendukung kehidupan serta keberlanjutan sema bermiliar-miliar tahun.
Alam tahu yang terbaik dan itu telah terbukti hingga saat ini. Revolusi Biomimikri, atau meniru cara alam, atau selaras dengan alam, akan mengubah cara kita menanam dan menghasilkan pangan, mengubah cara kita memproduksi berbagai barang kebutuhan menghasilkan energi, menjaga kesehatan, membangun kota, merancang transportasi dan menjelankan bisnis.
Dalam istilah McDonough dan Braungart, cara kerja alam sangat sederhana, sebagai kita lihat dan amati cara alam bekerja, sangat sederhana, sebagaimana yang kita amati dan saksikan setiap hari: pada pohon yang tumbuh berkembang dan tanaman apapun serta semua aneka ragam kehidupan pada umumnya mereproduksi dirinya untuk tumbuh dan berkembang sambil menyumbangkan bagi berkembangbiaknya berbagai kehidupan di sekitarnya, ia juga sekaligus menyuburkan tanah yang menyumbang bagi tumbuh kembang pohon tadi dan tanaman lain disekitarnya.
Setiap pohon menghasilkan bunga dan buah, sambil melepaskan daun-daun kering yang akan menjadi humus untuk menyuburkan tanah. Bersamaan dengan itu, pohon tadi melepaskan biji-biji atau akar, atau dahan yang akan berkembang biak menjadi tanaman baru.
"Tanah memberi nutrisi bagi tanaman untuk tumbuh berkembang dan melipatgandakan tanaman-tanaman baru. Selain itu, pohon melepaskan oksigen bagi berbagai kehidupan, mengatur iklim, menyerap dan menyimpan air hujan untuk kebutuhan tumbuh kembang berbagai makhluk hidup, dan tentu saja menyerap karbon. Demikian pula, binatang mengambil makanan dari alam, mengeluarkan kotoran sebagai humus bagi tanah, tanah memberi kehidupan bagi tanaman, tanaman dimakan binatang dan seterusnya dan seterusnya.”
Begitulah seharusnya yang kita terapkan dalam menjalani kehidupan ini, belajar dari alam yakni menghargai kehidupan dengan melestarikan lingkungan dan alam tanpa harus mengorbankan pembangunan ekonomi untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama dengan model ekonomi sirkuler sebagai alternatif terhadap model ekonomi kapitalis yang linier. (*)