Namun, TP menilai NH tidak memiliki kapasitas untuk memberikan penilaian semacam itu. “Dia (NH) yang harus dievaluasi. Selalu cawe-cawe, dia kan bukan lagi pengurus DPP. Mestinya mendukung semua calon Golkar, bukan memecah belah,” tegas TP beberapa waktu lalu.
Pengamat Politik: Dinamika Lumrah di Partai Golkar
Pengamat Politik dari Profetik Institut, Asratillah, melihat dinamika internal Golkar Sulsel sebagai sesuatu yang wajar. Menurutnya, konflik antara kubu TP dan NH sudah terlihat sejak sebelum Pileg. “Dinamika ini berpotensi memperbesar kapasitas organisasi, tetapi jika tidak dikelola dengan baik justru akan menghambat kerja-kerja mesin partai di Sulsel,” jelasnya.
Asratillah menambahkan bahwa dinamika ini menjadi lebih intens pasca Pilkada, terutama karena minimnya dominasi Golkar dalam memenangkan kepala daerah. “Hal ini menjadi bahan evaluasi terhadap kepemimpinan TP yang dianggap belum mampu mengoptimalkan mesin partai,” ujarnya.
Pakar politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Sukri Tamma, juga menyebut goncangan terhadap kepemimpinan TP adalah hal lumrah menjelang Musda. “Ini bukan serangan personal kepada TP, melainkan evaluasi kinerja berdasarkan hasil Pileg dan Pilkada,” ungkap Sukri.
Menurut Sukri, evaluasi semacam ini penting untuk memastikan kinerja pengurus partai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. “Setiap partai pasti melakukan evaluasi setelah agenda politik besar. Ini hal yang normal,” tambahnya.
Dengan dinamika yang terus berkembang, TP diharapkan dapat mempersiapkan diri menghadapi tekanan dari berbagai pihak menjelang Musda Golkar Sulsel. Namun, pengamat menilai Partai Golkar sebagai partai senior memiliki pengalaman panjang dalam mengelola konflik dan kompetisi internal. (Yadi/B)