Peluang Lanjut Sidang Pembuktian

  • Bagikan

Ilmar mengatakan besar kemungkinan perkara ini akan berlanjut hingga ke sidang pokok perkara, yakni dengan agenda pembuktian dari pihak pemohon dan termohon. "Sebab, dalam sidang pendahuluan ini, dia melihat tidak adanya titik terang yang diberkan oleh KPU dalam argumennya," tutur dia.

Prinsipal KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya menjelaskan, memang pada realitanya terdapat pemilih yang tidak memberi tanda tangan pada daftar hadir di beberapa TPS. Hal itu disebabkan karena terjadi penumpukan pemilih yang datang bersamaan.

"Kalau penjelasan dari (KPU) kabupaten/kota apa yang disampaikan bahwa memang ada berbagai macam alasan," kata Adiwijaya.

Tetapi, penjelasan dari Ahmad ini belum memuaskan majelis hakim. Jawaban Bawaslu Sulsel sebagai pihak terkait juga tak memberi titik terang atas dalil rekayasa tanda tangan pemilih. Ketua Bawaslu Sulsel Mardiana Rusli hanya mengatakan Bawaslu akan memproses apabila benar ditemukan pelanggaran administrasi.

Sebelumnya, anggota majelis hakim Arsul Sani ikut mempertanyakan anomali daftar hadir pemilih di Pilgub Sulsel. Dia mengatakan, dari beberapa kasus tentang daftar hadir, kasus yang terjadi di Sulsel ini cukup unik.

"Yang kami temukan itu biasanya seluruh pemilih tidak tanda tangan, terus ada juga yang kemudian ditandatangani oleh KPPS. Cuma bagaimana rasionalisasinya kalau di satu TPS ada yang tanda tangan dan sekelompok pemilih tidak tanda tangan," ujar Arsul Sani.

"Kalau itu tidak tanda tangan semua, kami malah mengerti berarti KPPS-nya tidak paham dengan kerja KPPS. Tetapi kalau ada katakanlah 300 pemilih, terus ada 100 yang tidak tanda tangan itu bagaimana menjelaskannya kira-kira. Itu yang saya kira, termohon KPU Sulsel harus menjelaskan kepada Mahkamah," sambung dia.

Atas sejumlah fakta yang terungkap di persidangan, juru bicara Danny-Azhar, Asri Tadda, mengatakan termohon (KPU-Bawaslu Sulsel begitu sulit menjelaskan soal fakta pemilih tak bertanda tangan atau tanda tangan pemilih yang dipalsukan.

Untuk diketahui, salah satu gugatan utama palson DIA ke Mahkamah Konstitusi adalah perihal dugaan tanda tangan palsu yang tersebar merata di setiap TPS se-Sulawesi Selatan. Adanya tanda tangan pemilih yang palsu atau dipalsukan diduga terjadi dengan cara membatasi partisipasi pemilih hadir ke TPS melalui berbagai cara, termasuk dengan tidak mengedarkan seluruh undangan memilih kepada para wajib pilih.

"Nah, para pemilih yang tidak hadir ke TPS, gunakan hak pilihnya oleh oknum KPPS untuk mencoblos paslon tertentu dan membubuhkan tanda tangan palsu atas nama pemilih tersebut. Ini terjadi secara terstruktur dan masif," kata Asri.

Asri menjelaskan bahwa tim Danny-Azhar menemukan tanda tangan palsu yang jumlahnya mencapai 90 hingga 130 di setiap TPS se-Sulawesi Selatan.

"Kalau direratakan, kami dapatkan sekitar 110 tandatangan palsu per TPS dari jumlah 14.548 TPS yang tersebar di Sulsel. Dengan demikian maka terdapat 1.600.280 tanda tangan palsu," ucap dia.

"Angka 1.600.280 tanda tangan palsu itu, kami sebutkan sebagai suara siluman. Dugaan tersebut dapat kami perlihatkan di hadapan majelis hakim mahkamah konstitusi nantinya," imbuh Asri.

Asri mengatakan, dugaan kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pada Pilgub Sulsel 27 November 2024 lalu, dapat dilihat dari dua pendekatan.

"Pertama adalah pendekatan selisih partisipasi pemilih, dan kedua dilihat dari temuan tanda tangan palsu di daftar pemilih di seluruh TPS se-Sulsel," jelas Asri.

Dari pendekatan selisih partisipasi pemilih, didapatkan fakta bahwa jumlah warga yang menerima undangan memilih rata-rata hanya 50% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT). (isak pasa'buan-suryadi/C)

  • Bagikan