Tanpa idealisme, mahasiswa bisa saja kehilangan tujuan besar yang mengarahkan mereka untuk terlibat dalam isu-isu sosial dan politik yang lebih luas. Jika pragmatisme terlalu mendominasi, ada risiko bahwa mahasiswa akan menjadi generasi yang apatis, yang lebih peduli pada kesuksesan pribadi daripada memperjuangkan perubahan sosial yang lebih luas. Ini tidak hanya akan melemahkan fungsi sosial kontrol mereka, tetapi juga bisa berakibat pada stagnasi dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih adil dan demokratis.
Idealisme Mahasiswa di Persimpangan
Mahasiswa adalah kelompok intelektual muda yang sering kali berdiri di garda terdepan untuk menyuarakan arti penting demokrasi dan memperjuangkan ketidakadilan. Sejarah telah membuktikan bahwa mahasiswa dari waktu ke waktu senantiasa memainkan peran kunci dalam melakukan kritik dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Baik secara individual maupun kelembagaan, mahasiswa tidak pernah surut memperjuangkan nasib rakyat yang tertindas dan diperlakukan semena-mena oleh para pemilik kekuasaan dan kepentingan. Idealisme mahasiswa selalu muncul, dan menempatkan mereka sebagai kelompok yang tak mudah dipatahkan oleh regulasi maupun ancaman senjata.
Pada masa Kebangkitan Nasional Budi Oetomo tahun 1908, era Sumpah Pemuda tahun 1928, era Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 hingga awal Orde Baru tahun 1966, dan pada masa Orde Reformasi tahun 1998, mahasiswa adalah ujung tombak perjuangan. Di Orde Reformasi, berkat gerakan mahasiswa yang tak kenal lelah, suksesi kepemimpinan nasional pun berhasil diwujudkan. Orde Reformasi adalah sebuah masa yang membuktikan betapa kuat tuntutan dan kekuatan mahasiswa ketika mereka bersatu.
Memasuki era pasca-Reformasi, peran gerakan mahasiswa tak juga surut. Setiap muncul masalah yang dianggap meresahkan di kalangan elite politik, tak satu-dua kali gerakan kepedulian mahasiswa kembali menyeruak. Sebagai bagian kelompok intelektual dari kampus, mahasiswa tidak pernah kendur menyuarakan idealisme.
Di berbagai kampus, mahasiswa tak segan langsung turun ke jalan ketika merasa ada sesuatu yang salah dari kehidupan politik yang ditampilkan elite politik. Ketika muncul fenomena politik dinasti, misalnya, bersama para guru besar, dosen, dan aktivis yang peduli, mahasiswa pun turun ke jalan menggelar aksi untuk menentang hal-hal yang dinilai dapat merusak demokrasi. Mahasiswa intinya tidak akan pernah mundur dari idealisme dan semangatnya untuk berjuang demi bangsa dan negara.
Meski demikian, pola gerakan mahasiswa sebetulnya tidak pernah sama. Dalam beberapa tahun terakhir, kita bisa melihat ada pergeseran pola gerakan mahasiswa yang muncul di lapangan. Gerakan mahasiswa tidak lagi semata hanya berkutat pada mekanisme kontrol dan memperjuangkan aspirasi rakyat melalui aksi-aksi unjuk rasa di jalan. Mahasiswa yang didominasi generasi Z tampil dengan sosok yang agak berbeda.