Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Profesor Sukri Tamma menilai bahwa KPU harus segera menindaklanjuti rekomendasi DKPP mengenai penggantian komisioner KPU Palopo yang dipecat sebelum pemungutan suara ulang (PSU) digelar.
Menurut Sukri, hal ini penting agar proses pemilu berjalan maksimal dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
Terlebih, kata dia, bahwa keputusan di KPU bersifat kolektif kolegial, sehingga jumlah komisioner yang aktif akan mempengaruhi keseimbangan dalam pengambilan keputusan. Jika jumlahnya kurang dari setengah, maka kinerja KPU menjadi tidak maksimal.
"Pertama, KPU itu, kan, pengambilan keputusannya secara bersama, kolektif kolegial. Jadi kalau dua, sementara biasanya berlima, ya, mungkin akan menjadi pertanyaan," ujar Sukri.
Selain itu, Sukri juga menyoroti pembagian tugas di dalam KPU yang mencakup berbagai bidang, seperti penegakan hukum, pelaksanaan teknis, serta sumber daya manusia (SDM). Jika posisi yang kosong tidak segera diisi, maka akan ada kendala dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.
Menurut dia, jika KPU hanya berfokus mengejar pelaksanaan PSU tanpa melengkapi kekosongan jabatan, maka hasilnya tidak akan maksimal. Ia menilai pengambilan keputusan menjadi tidak seimbang jika hanya dilakukan oleh dua orang.
"Kalau mengejar PSU saja, mungkin bisa dilaksanakan, tapi tentu akan kurang maksimal, karena pengambilan keputusan itu tidak akan imbang karena kurang dari setengah," kata dia.
Sukri juga menyebut bahwa aturan sudah jelas mengenai mekanisme pengisian posisi komisioner yang kosong. Penggantinya bisa segera dilantik sesuai dengan urutan yang sudah ditetapkan, kecuali ada kendala administrasi yang harus diselesaikan terlebih dahulu.