Tujuh Bulan Misteri Dugaan Korupsi Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019, Fakta Awal Dibeberkan

  • Bagikan
Ketua LSM Laskar Anti Korupsi Pejuang 45, Andi Sofyan Hakim.

BANTAENG, RAKYATSULSEL - Kasus dugaan korupsi Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 yang dilaporkan oleh 27 Agustus 2024 lalu oleh Penggiat Anti Rasuah, Andi Sofyan Hakim kini satu-persatu faktanya mulai terungkap.

Dari temuannya, ternyata Pimpinan DPRD Bantaeng tidak menempati rumah dinas yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

Dijelaskan lebih rinci, pada pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa Pimpinan DPRD diberikan fasilitas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah.

PP ini juga yang dilanggar Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 dan dianggap merugikan negara sebesar Rp 4,95 Miliar oleh Kejari Bantaeng sehingga ditetapkan tersangka bersama dengan Sekwan.

"Fakta yang saya dapat, dana secara tunai diserahkan oleh Bendahara Sekretariat langsung ke orang kepercayaan para pimpinan DPRD. Padahal rumah dinas tidak ditempati. Harusnya sekretariat yang memfasilitasi kebutuhan pimpinan, bukan uang yang langsung diberikan," kata Ketua LSM Laki P45 Bantaeng, Andi Sofyan Hakim, Minggu (13/4).

Dia juga menyayangkan lambannya penanganan kasus tersebut yang telah menghabiskan waktu tujuh bulan lamanya. Andi Sofyan meminta seluruh elemen masyarakat ikut mengawasi kasus tersebut agar tidak menimbulkan spekulasi liar.

"Harusnya kasus ini pengungkapannya lebih gampang. Karena Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 hanya mereplikasi perilaku Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019. Kemudian, kalau pihak dari Kejari Bantaeng mengungkapkan ada kerugian negara walaupun jumlahnya kecil dan disuruh untuk pengembalian saya harap itu tidak menghapuskan pidana," kata dia.

"Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagai diubah UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah jelas dan tidak boleh multitafsir pada Pasal 4 yang berbunyi : Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Dan tidak ada disebutkan disitu berapa minimal nilai korupsinya," tambahnya.

Menurutnya, pengembalian kerugian keuangan negara hanya menjadi faktor yang mungkin akan meringankan hukuman oleh hakim. Dia juga berharap kepada terlapor untuk berkaca pada Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 yang dituntut delapan tahun penjara dan denda masing-masing diatas Rp 1,5 miliar.

"Padahal Pimpinan DPRD Bantaeng 2019-2024 juga telah mengembalikan kerugian keuangan negara namun tetap menjadi tersangka. Kemudian kasus korupsi DAK Fisik Penugasan Bidang Pertanian Kementerian Pertanian kerugiannya hanya Rp 291 juta. Nilainya kecil tapi tetap dijadikan tersangka. Jadi yang dihukum bukan besar kecilnya kerugian keuangan negara, tapi perilaku korupsinya. Saya harap jangan ada penghentian kasus berkedok pengembalian kerugian keuangan negara walaupun itu kecil," kata dia.

Menurut Andi Sofyan, besar kecilnya kerugian keuangan negara tidak boleh menjadi dasar. Kejari juga harus melihat bahwa terduga pelaku adalah Pimpinan DPRD Bantaeng yang menggunakan anggaran publik untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.

"Ini sudah jelas mencederai kepercayaan publik. Apalagi seorang wakil rakyat yang terduga pelaku. Saya minta ini diusut tuntas tanpa pandang bulu dan nilai kerugian keuangan negara. Kalau pengembalian kerugian keuangan negara saya rasa ini sudah terlambat karena masa jabatan mereka telah habis sejak enam tahun yang lalu. Kenapa baru sekarang mau mengembalikan?, kasus ini telah ditangani oleh Kejari Bantaeng, bukan lagi ranahnya berbicara pengembalian kerugian negara yang diasumsikan menghentikan kasus. Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali artinya orang tidak boleh diancam atau dipidana bila tidak ada aturan atau undang-undang yang mengatur sebelumnya," tegasnya. 

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantaeng saat ini tengah menangani kasus dugaan korupsi makan minum Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019. Kini kasus tersebut masih dalam penyelidikan Kejari Bantaeng.

“Masih penyelidikan, ditahap penyelidikan itu semua kemungkinan bisa dilakukan, tinggal nunggu tindak lanjutnya seperti apa,” kata Kasi Pidsus Kejari Bantaeng, Andri Zulfikar saat dikonfirmasi di ruangannya, Selasa (8/4) lalu.

Hingga saat ini, Kejari Bantaeng telah melakukan pemeriksaan 15 orang termasuk lima pimpinan DPRD Periode 2014-2019. “Pemeriksaan kurang lebih 15 orang kita lakukan pemeriksaan, tinggal kita menunggu hasil dan petunjuk dari kejaksaan tinggi,” kata dia.

Sebelumnya, Kejari Bantaeng telah menetapkan tersangka tiga pimpinan DPRD Kabupaten Bantaeng Periode 2019-2024 dan Sekretaris Dewan dalam kasus dugaan korupsi tunjangan kesejahteraan belanja rumah tangga DPRD Bantaeng.

Andri Zulfikar menjelaskan penanganan perkara Pimpinan DPRD 2014-2019 dengan perkara Pimpinan DPRD 2019-2024 yang saat ini bergulir dipersidangan itu berbeda, meskipun cara yang dilakukan sama namun menurutnya periode 2014-2019 hanya terhitung satu tahun dan lima orang mengambil anggaran rumah tangga tersebut.

Perbedaan tersebut juga menurutnya terjadi pada dugaan kerugian keuangan negara yang mana Pimpinan DPRD 2014-2019 relatif kecil berbeda dengan Pimpinan DPRD 2019-2024 yang mencapai Rp 4,95 Miliar.

“Bahkan hanya ada kerugian cuma 60 (juta), kecil kerugiannya tapi bagaimana pun kalau korupsi tetap itu adalah korupsi,” kata dia.

Diapun menjelaskan kemungkinan dalam tahap penyelidikan tersebut dilakukan pengembalian kerugian negara oleh kelima Pimpinan DPRD 2014-2019 terperiksa. “Kemungkinan besar ada pengembalian, nanti pengembalian ini kita menunggu dulu hasilnya apa petunjuk dari pimpinan karena ini masih tahap penyelidikan,” kata dia.

Menurutnya dalam Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana, namun dalam tahap penyelidikan hal tersebut menurut Andri dapat dilakukan.

“Kalau kita berbicara tindak pidana korupsi itu ada namanya pasal 4, pasal 4 itu walaupun ada pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana, cuma kalau dalam tahap penyelidikan ini masih banyak kemungkinan dapat dilakukan. Misalkan contoh kalau lagi tahap penyelidikan pengembalian kerugian negara itu sudah full dikembalikan, negara sudah tidak dirugikan lagi, ada hal-hal di jadikan pertimbangan bahwa mungkin saja di tahap penyelidikan perkara itu tidak kita lanjutkan. Itu bisa saja terjadi tapi dengan cacatan di penyelidikan bukan di penyidikan kalau di penyidikan itu sudah benar-benar tidak bisa diganggu gugat itu mau dihentikan tidak mungkin itu, tapi kalau di penyelidikan masih sangat mungkin dilakukan,” kata dia.

Menurutnya, upaya pemulihan kerugian keuangan negara telah diupayakan Kejari Bantaeng sebelum lebaran dan diberikan waktu hingga 60 hari. “Sebenarnya sebelum lebaran kemarin, kita tinggal menunggu petunjuk karena saya sampaikan tadi kemungkinan besar pengembalian kerugian negara ini akan dilakukan oleh mereka,” kata dia.

Jaksa bergelar doktor tersebut juga menjelaskan telah meminta Inspektorat untuk melakukan audit terkait anggaran tidak sesuai peruntukan untuk menghitung total masing-masing menggunakan keuangan daerah.

“Audit itu untuk melihat ada anggaran yang tidak sesuai peruntukannya, berapa totalnya, nanti kalau perhitungan kerugian negara biasanya nanti di tahap penyidikan tuh biasanya tapi inikan penyelidikan jadi kita hanya meminta audit untuk dasar berapa sih masing-masing mereka ini menggunakan keuangan daerah yang tidak sesuai peruntukannya,” tutup Andri.

Untuk diketahui, Pimpinan DPRD Bantaeng 2014-2019 dilaporkan secara resmi 27 Agustus 2024 lalu oleh Ketua LSM Laskar Anti Korupsi Pejuang 45, Andi Sofyan. Mereka adalah Ketua DPRD Bantaeng, Sahabuddin (2014-2018) dan Abdul Rahman Tompo (2018-2019) dari Partai PKS. Wakil Ketua I, Andi Nurhayati (2014-2019) dari PKB. Budi Santoso (2014-2018) dan Andi Novrita Langgara (2018-2019) dari Partai Golkar. (Jet)

  • Bagikan