Sains-Filsafat Pertanyakan Tuhan-Agama (2-selesai)

  • Bagikan

Oleh: Muhammad Ahsan Thamrin

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Bahwa dalam tulisan pertama kita telah membahas bahwa sains mencari kebenaran melalui pengamatan dan eksperimen, filsafat dengan menggunakan rasio atau akal sementara agama menemukan kebenaran melalui kitab suci (Wahyu Illahi). Meskipun demikian antara agama, filsafat dan sains (ilmu) sebenarnya saling melengkapi dalam membantu manusia memahami dunia dan diri sendiri.

Sains memberikan pemahaman tentang dunia fisik, namun tidak memberikan jawaban tentang makna hidup dan nilai-nilai moral. Makna hidup dan nilai-nilai moral menjadi pembahasan filsafat dan agama. Dengan demikian Ketiga bidang ini dapat memberikan panduan bagi manusia dalam hidup dan mencapai kebahagiaan sejati.
Tapi dalam perkembangannya antara sains, filsafat, dan agama sering dipertentangkan. Bahwa agama yang melandaskan pada kepercayaan dan dogma sering mendapat penentangan dari para filsuf dan ilmuwan yang terlalu mengutamakan akal dalam mencari kebenaran.

Mereka tidak percaya pada agama karena agama dianggap sebagai penghalang bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pemikiran kritis. mereka yang menolak keberadaan Tuhan ini seringkali mereka berpendapat bahwa tidak ada bukti yang memadai untuk mendukung keberadaan Tuhan dan bahwa alam semesta itu sendiri dapat dijelaskan melalui fenomena alam dan hukum-hukum ilmiah.

Kita bisa menyebut filsuf dan ilmuwan yang menolak keberadaan Tuhan itu di antaranya adalah Bertrand Russell, Richard Dawkins, dan Stephen Hawking.

Di barat yang mengagungkan sains, maka sesuatu yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah adalah mitos. Banyak filsuf dan ilmuwan yang tidak percaya kepada Tuhan karena mereka berdalil bahwa kita hidup di dunia yang semuanya bisa diprediksi, dianalisis, dan diukur.

Tuhan bagi mereka bukanlah realitas tapi psikologis manusia yang belum siap menerima ketidakteraturan. Tuhan adalah sosok yang mencintai, memerintah, dan mengatur maka sebenarnya Tuhan adalah cermin bagi jiwa manusia itu sendiri. Manusialah yang sebenarnya menciptakan Tuhan dalam pemikirannya.

Pemikiran bahwa Tuhan tidak ada hanya karena berdalil bahwa Tuhan tidak bisa dibuktikan keberadaannya secara empiris adalah berdiri pada pondasi yang sebenarnya lemah. Manusia percaya pada hukum fisika meskipun tidak pernah melihat hukum itu sendiri.

Manusia percaya pada logika tapi tidak bisa membuktikan logika. Manusia merasakan ada angin tapi tidak bisa melihat angin itu. Jadi sesuatu yang tidak bisa dilihat bukan berarti keberadaannya tidak ada seperti halnya Tuhan sebagai pencipta alam semesta ini.

Manusia yang terjebak dalam dunia rasionalitas semata sulit untuk mempercayai keberadaan Tuhan, agama, dan spiritualitas. Padahal dalam sejarah peradaban manusia sejak dulu hingga zaman modern ini, manusia tidak pernah berhenti mencari Tuhan.

Ketika ia menolak satu bentuknya ia menciptakan bentuk lain, Ketika ia meragukan wujudnya ia tetap tidak bisa menghapus kebutuhan akan Tuhan. lalu Jika Tuhan benar-benar tidak ada lantas mengapa manusia terus mencari tentang apa itu Tuhan?

Pencarian manusia tentang Tuhan ini karena adanya ruh yang ada di dalam diri manusia. Dengan ruh itu manusia mampu merasakan dan meyakini keberadaan Tuhan dan kehadiran-Nya dalam setiap fenomena di alam semesta ini. Inilah yang disebut dalam QS. Ar Rum ayat 30 sebagai fitrah yang ada di dalam diri manusia untuk selalu mencari Tuhan. Dan oleh filsuf jerman Kontemporer Jurgen Habermas menyebutnya sebagai “kerinduan atas apa yang kurang di dalam diri manusia”.

Manusia selalu bertanya tentang Tuhan karena sadar ada sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Manusia dalam puncak kecerdasannya kadang tunduk pada keyakinan kepada-Nya. Misalnya, fisikawan Albert Einstein dengan teori relativitasnya menemukan "Tuhan" melalui pemahaman tentang keindahan dan keanggunan alam semesta.
Einstein berpendapat bahwa Tuhan adalah ekspresi dari harmoni dan keteraturan alam semesta ini. Ia melihat Tuhan sebagai kekuatan yang mengatur alam dengan hukum-hukum yang tak tergoyahkan.

Jadi Manusia sebenarnya mampu membuktikan keberadaan Tuhan melalui akal dan pengamatan, dan bukan sekedar dengan wahyu. Dengan akal yang benar dan dengan hati yang tunduk maka manusia bisa menemukan keberadaan Tuhan sebagai pencipta dirinya dan alam semesta ini.

Di dalam Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam, konsep ketuhanan adalah “Tiada Tuhan selain Allah”. Ini adalah suatu pernyataan yang secara logika menghapus semua objek penyembahan selain satu entitas absolut. Tanpa ambiguitas, tanpa kontradiksi, Tuhan dalam konsep ini bukan hanya pencipta tapi juga pemilik, pengatur dan satu-satunya yang layak disembah.

Islam adalah agama yang memiliki struktur teologis paling konsisten, paling kuat secara filosofis dan paling rasional dalam menjawab tiga pertanyaan utama manusia, siapa saya, darimana saya berasal, dan ke mana saya akan kembali.

Islam tidak hanya berbicara tentang Tuhan tapi ia juga menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri dan dengan semesta. Ia tidak membiarkan logika bertabrakan dengan Tuhan. Justru Islam menyuruh manusia untuk berpikir, merenung, dan mencari bukti, bahkan di dalam kitab suci Al-Qur'an ada banyak ayatnya yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal yang merupakan alat untuk berfilsafat.

Di zaman modern ini agama yang bertumpu pada kepercayaan dan dogma dan merupakan sumber spiritual bagi tindakan-tindakan bermoral manusia akan lebih indah apabila dibahasakan dengan bahasa-bahasa ilmiah dan filosofis, yang bisa ditangkap dan dipahami oleh Masyarakat luas, termasuk oleh kelompok ateis yang anti agama dan anti iman sekalipun.

Dalam filsafat manusia berusaha mencari kebenaran absolut, dalam sains manusia mencari hukum tetap tapi dalam agama Islam kebenaran itu bukan sekedar ide, ia adalah realitas yang hidup yang bisa dikenali dan yang memberi manusia arah. Bahwa manusia tanpa arah akan tersesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakannya sendiri. Manusia memiliki ruh dan fitrah yang mengajaknya untuk Kembali menemukan arah hidupnya yang sejati yaitu Kembali kepada Tuhan.

Tapi mengapa banyak yang menolak agama (Islam) dan bahkan banyak mencurigainya ? Karena manusia tidak selalu menolak yang salah kadang mereka menolak yang benar karena kebenaran itu menuntut mereka untuk berubah. Islam bukan hanya sistem keyakinan tapi ia juga sistem kehidupan dan itu menakutkan bagi mereka yang ingin bebas tanpa batas.

Di barat ada pandangan bahwa segala sesuatu harus dibuktikan dengan eksperimen dan data ilmiah. Sains adalah cara kita memahami dunia melalui bukti empiris dan eksperimen namun banyak konsep dalam agama termasuk islam yang bisa dilihat sebagai pencarian kebenaran yang lebih besar.

Dalam Al-Qur'an ada banyak referensi tentang alam semesta, penciptaan dan kehidupan yang sangat selaras dengan temuan-temuan ilmiah modern, meskipun ayat-ayat tersebut diturunkan ribuan tahun yang lalu. beberapa contoh di antaranya adalah penciptaan alam semesta dalam QS. Al Anbiya ayat 30, yang disebut teori bigbang yang baru ditemukan oleh ilmuwan pada abad ke 20.

Begitu pula dengan proses perkembangan janin manusia yang kemudian ditemukan oleh ilmuwan beberapa abad setelahnya. alquran menggambarkan dengan jelas bagaimana manusia berkembang dari segumpal darah, menjadi segumpal daging dan kemudian tulang-tulangnya dibungkus dengan daging (QS. Almu’minum ayat 13-14).

Bahwa banyaknya temuan-temuan baru dalam sains menunjukkan bahwa pengetahuan kita selalu berkembang. Apa yang kita ketahui hari ini mungkin hanya Sebagian kecil dari kebenaran yang lebih besar. Alquran bukan hanya sebuah kitab agama tetapi juga mengandung banyak wawasan ilmiah yang menunggu untuk ditemukan. Semakin kita menggali maka semakin kita akan memahami bagaimana sains dan agama bisa saling melengkapi satu sama lain.

Bahwa sains dan agama bisa berjalan berdampingan. Sains memberi kita pemahaman tentang bagaimana alam semesta berfungsi sementara agama memberi kita pemahaman tentang tujuan dan makna hidup. Keduanya tidak harus saling bertentangan justru bisa saling melengkapi.

Agama memang sering berbicara tentang hal-hal yang tidak bisa diuji secara empiris sementara sains justru membutuhkan bukti yang dapat diuji dan dibuktikan, misalnya dalam banyak agama terutama dalam Islam ada konsep tentang kehidupan setelah mati atau takdir yang memang tidak bisa diuji dengan metode ilmiah konvensional namun bukan berarti hal itu tidak memiliki kedalaman dan nilai yang sangat penting dalam memahami eksistensi manusia.

Agama memberi kita pemahaman tentang tujuan hidup dan sains tentang bagaimana cara hidup. sains dan agama bekerja dalam kerangka yang saling melengkapi. Sains memberi kita alat untuk memahami dunia fisik yang ada disekitar kita tapi agama khususnya Islam memberi kita alat untuk memahami tujuan kita, tempat kita dalam alam semesta ini dan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia spiritual yang tidak bisa dilihat dengan mata fisik.

Iman, takdir, atau kehidupan setelah mati semua itu tampaknya berada diluar jangkauan sains karena tidak bisa diuji dan diukur. Sains dan agama bukanlah dua dunia yang terpisah tapi mereka beroperasi dalam ranah yang berbeda. sains mencari kebenaran melalui pengamatan dan eksperimen dunia fisik sementara agama dan juga filsafat memberikan pemahaman lebih dalam tentang makna hidup kita, tujuan kita dan hubungan kita dengan Tuhan.

Bahwa Manusia sebenarnya hanya akan menemukan hidup yang lebih bermakna dan damai apabila menyakini keberadaan Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini . Islam misalnya mengajarkan untuk mencari kedamaian melalui pengakuan akan Tuhan untuk hidup sesuai dengan petunjuknya dan untuk menerima kehidupan dengan penuh rasa syukur dan rendah hati. Jalan ilmiah dan jalan spiritual tidak harus bertentangan. (*)

  • Bagikan