MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Gugatan proses pemungutan suara ulang (PSU) Pilwali Palopo akan memasuki tahapan krusial. Mahkamah Konstitusi akan mengeluarkan putusan dismissal atas gugatan itu akan lanjut ke tahap sidang pembuktian atau tidak dapat diterima. Di luar "arena" persidangan pihak penggugat dan tergugat "perang urat saraf" karena sama-sama kukuh pada argumen dan fakta-fakta yang telah disampaikan kepada hakim konstitusi.
Pihak penggugat dalam hal ini tim hukum dari pasangan nomor urut 03, Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta (RMB-ATK) terlibat psychological warfare (psywar) atau perang psikologis dengan pihak tergugat yakni Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan. Pemicunya adalah materi jawaban dari KPU Sulsel yang menepis adanya pelanggaran administrasi pencalonan pasangan Naili Trisal-Akhmad Syarifuddin (Ome).
Anggota tim hukum RMB-ATK, Wahyudi Kasrul mengatakan pihak KPU selaku termohon seolah-olah menutup mata dengan fakta yang terjadi sepanjang tahapan PSU Pilwali Palopo. Menurut dia, calon Wakil Wali Kota Palopo nomor urut 4, Akhmad Syarifuddin dinilai tidak memenuhi syarat namun KPU tetap ngotot bahwa pihaknya tak melakukan kesalahan administrasi.
"KPU menutup mata atas adanya fakta bahwa surat keterangan tidak pernah dipidana milik Akhmad Syarifuddin telah dicabut oleh pengadilan negeri Palopo," kata Wahyudi pada Rakyat Sulsel, Selasa (24/6/2025).
Wahyudi juga mempertanyakan terkait sikap KPU yang dinilai seolah berpihak karena tetap memberikan kebijakan perbaikan berkas terhadap paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo nomor urut 4, Naili- Akhmad Syarifuddin (Naili-Ome) padahal sudah di luar jadwal atau waktu yang telah ditetapkan.
"Dan harus dipastikan perbaikan berkas yang dilakukan oleh Naili dan Ome itu apakah masih dalam rentang waktu perbaikan berkas? Tentu tidak," tutur Wahyudi.
Dia mengatakan, pihaknya memahami alasan KPU tidak mendiskualifikasi saat itu pasangan Naili-Ome karena ingin menjaga citranya dalam mengawal pesta demokrasi.
Namun sayangnya, kata Wahyudi, tindakan yang diambil oleh KPU tersebut merupakan tindakan yang tidak bijak, mengingat KPU adalah lembaga yang dipercayakan oleh negara dalam mengawal setiap perhelatan pesta demokrasi.
"Kami memahami kekhawatiran KPU untuk tidak mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 4, karena ingin menjaga dan mengawal hak yang dijamin oleh undang-undang," imbuh dia.
"Tapi dengan mengesampingkan fakta bahwa adanya kebohongan dan sikap tidak jujur dari pasangan calon nomor urut 4, itu adalah tindakan yang tidak bijak," sambung Wahyudi.
Untuk itulah, Wahyudi menegaskan bahwa gugatan yang dilayangkan pihaknya ke Mahkamah Konstitusi adalah sebagai ujian bagi penyelenggara apakah sudah benar menjalankan tugasnya atau tidak.
Hanya saja, menurut Wahyudi, keputusan itu semuanya ada di tangan hakim Mahkamah Konstitusi. Apapun keputusan nantinya, pihaknya tetap menghormati dan menghargai sebagai warga yang tinggal di negara demokrasi.
"Pada akhirnya, permohonan yang kami ajukan Ke MK adalah sebagai batu uji atas tindakan penyelenggara apakah telah sesuai dengan aturan atau tidak. Nanti mahkamah yang akan menjawab itu," ujar dia.
Terpisah, Komisioner KPU Sulsel, Romy Harminto mengungkapkan hingga saat ini pihaknya masih menunggu sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi yang jadwalnya digelar pada pekan ini, yakni Kamis (26/6/2025). Sidang tersebut nantinya akan menentukan apakah perkara ini lanjut ke tahapan pembuktian atau tidak.
"Masih menunggu ini, Kamis ini akan didengar sidang putusan, apakah gugatan itu lanjut atau tidak," kata Romy.
Romy berharap, dalam sidang putusan nantinya hakim konstitusi mengabulkan seluruh jawaban pihaknya selaku termohon dalam perkara ini. Namun jika harapan itu tidak sesuai, KPU Sulsel dan jajaran juga disebut tetap akan siap mengawal proses lanjutannya.
"Kami berharap masalah ini selesai. Tidak lanjut ke pembuktian," ujar Romy.
Adapun nantinya jika perkara ini tidak dilanjutkan, Romy mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera melakukan penetapan. Sebagaimana diketahui, penetapan wali kota dan wakil wali kota Palopo harus dilakukan tiga hari setelah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi.
"Kami secepatnya penetapan calon terpilih tiga hari setelah digelar putusan," ujar Romy.
Dalam sidang sebelumnya, KPU Sulsel melalui kuasa hukumnya menegaskan permohonan gugatan RMB-ATK ke Mahkamah Konstitusi tidak jelas dan tidak berlandaskan hukum. Dalam sidang perkara nomor:
326/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini, Kuasa Hukum KPU Sulsel selaku termohon, Khairil Amin membacakan resume pokok-pokok dari jawaban termohon, yang pada pokoknya disebutkan bahwa termohon telah menindaklanjuti seluruh rekomendasi Bawaslu dengan tepat.
"Menurut termohon, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan perselisihan perolehan suara hasil PSU calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo 2024," kata Khairil dalam sidang di Mahkamah Konstitusi.
Khairil menjelaskan, landasan hukum pemohon tidak memiliki kedudukan hukum sebagaimana diatur Pasal 158 Ayat 2 huruf a sampai huruf d Undangan-Undang (UU) Pemilihan. Dimana, berdasarkan data agregat kependudukan Kota Palopo tahun 2024, terdaftar jumlah penduduk sebanyak 180.518 jiwa, sehingga ketentuan yang diatur dalam pasal di atas berlaku persentase perbedaan perolehan suaranya sebesar dua persen.
Ia juga menjelaskan bahwa pemohon atau RMB-ATK adalah peraih suara terbanyak ketiga dalam pelaksanaan PSU Pilkada Palopo dengan perolehan suara sebanyak 11.021. Sementara peroleh suara terbanyak pertama adalah pasangan calon nomor urut 4, Naili Trisal-Akhmad Syarifuddin (Naili-Ome), sebanyak 47.349 suara.
Dengan begitu, kata Khairil, sesuai dengan aturan ambang batas pengajuan permohonan sebagai syarat formil untuk dapat diajukan dan diterimanya permohonan di Mahkamah Konstitusi adalah dua persen kali total suara sah, yakni 2 persen kali 93.697 suara, sama dengan 18.874 suara.
"Jumlah selisih suara antara pihak terkait (Naili-Ome) dengan pemohon (RMB-ATK) sebagai berikut, 47.349 dikurang 11.021, sama dengan 36.328 suara dan jika dipresentasikan sama dengan 38,78 persen. Artinya melebihi ketentuan ambang batas yang ditentukan oleh undang-undang, sehingga beralasan menurut hukum mahkamah menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonan a quo," ungkap Khairil.
Atas dasar itulah, Khairil mewakili KPU sebagai pihak termohon menganggap permohonan yang diajukan RMB-ATK melalui kuasa hukumnya kabur atau tidak jelas. Apalagi, kata Khairil, dalam positanya pemohon tidak menguraikan kesalahan yang dilakukan termohon atau KPU dalam melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara pada PSU Pilkada Palopo.
"Pemohon hanya mempersoalkan terkait dengan hal-hal mengenai pelanggaran administrasi calon yang tidak memenuhi syarat formil pencalonan," terangnya.
Tak sampai di situ, Khairil juga menjelaskan pemohon tidak menguraikan dan menjelaskan secara spesifik kerugian yang diterima pemohon secara langsung akibat adanya pelanggaran administrasi tersebut.
Termasuk, pemohon disebut tidak menjelaskan mengenai akibat pelanggaran tersebut ikut berpengaruh terhadap perolehan suara yang didapatkan pemohon atau RMB-ATK dalam PSU Pilkada Palopo, sebagaimana yang didalilkan pemohon dalam pokok gugatannya.
"Jika merujuk pada PMK 3 2024, pemohon seharusnya dalam permohonan juga wajib menguraikan mengenai alasan-alasan permohonan yang pada pokoknya memuat adanya kesalahan hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh termohon, dan hasil perhitungan suara yang benar menurut pemohon," ujarnya.
Adapun terhadap dugaan pelanggaran administrasi pemilihan yang didalilkan pemohon atau RMB-ATK yakni pelanggaran yang telah direkomendasikan Bawaslu Kota Palopo, yang pada pokoknya menyatakan ada pelanggaran administrasi mengenai syarat calon pihak terkait, disebut termohon telah ditindaklanjuti.
Menurut Khairil, faktanya terhadap rekomendasi tersebut, baik untuk calon wali kota maupun calon wakil wali kota Palopo nomor urut 4 Naili-Ome telah ditindaklanjuti oleh termohon atau KPU Sulsel dan KPU Palopo.
"Berdasarkan ketentuan formil dalam penyusunan permohonan yang telah ditentukan oleh mahkamah maka beralasan hukum permohonan a quo tidak jelas dan tidak lengkap terhadap alasan-alasan permohonannya. Menurut termohon beralasan menurut hukum bagi mahkamah konstitusi untuk dapat menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima," ungkap dia.
"Dua, bahwa termohon menolak seluruh dalil-dalil permohonan yang disampaikan oleh pemohon, kecuali apa yang secara tegas diakui oleh termohon sehingga berlaku asas siapa yang mendalilkan wajib membuktikan. Tiga termohon telah menjalankan seluruh tahapan dan mekanisme penyelenggara PSU di seluruh TPS di Kota Palopo, berdasarkan perintah Mahkamah Konstitusi," sambung Khairil.
Gugatan hasil PSU ini dilayangkan RMB-ATK. Menurutnya, syarat calon pasangan calon nomor urut 4 Naili-Ome terkait pelaporan pajak calon wali kota dan status pernah terpidana calon wakil wali kota menjadi hal yang dipermasalahkan pasangan RMB-ATK. (isak pasa'buan/C)