Kekuatan Pembebas

  • Bagikan
Darussalam Syamsuddin

Oleh: Darussalam Syamsuddin

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Para nabi dan rasul memiliki misi yang mesti dilanjutkan pengikutnya. Tugas para rasul menurut Alquran meliputi: Pertama, menerangkan yang halal dan yang haram. Kedua, menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar. Ketiga, membebaskan manusia dari belenggu yang menindas mereka. Kelompok atau kaum yang tertindas disebut juga dhuafa yang bermakna orang lemah, baik karena dilemahkan orang lain maupun karena dirinya sendiri memang lemah.

Banyak penulis sejarah menyebutkan bahwa Islam bukan saja dipandang sebagai agama baru, melainkan suatu kekuatan pembebas umat manusia. Faktor inilah dahulu menyebabkan Islam demikian cepat menyebar di Indonesia.

Di saat masyarakat Indonesia ditindas para raja dan kaum feodal. Dulu, masyarakat harus membayar upeti kepada para raja, bahkan harus bekerja keras untuk menyenangkan dan memenuhi kebutuhan para raja. Ketika Islam datang mengajarkan persamaan, kesetaraan, dan pembebasan banyak orang kemudian berpaling kepada agama baru ini.

Sebagai ajaran agama, Islam datang untuk mengantar manusia dari berbagai kegelapan menuju cahaya terang benderang. Alquran menyebut; dari “zulmat” kepada “An-Nur”. Kata “zulmat” adalah bentuk jamak dari kata “zhulm” (kegelapan atau kezaliman).

Ada tiga macam bentuk kezaliman: ketidaktahuan tentang syariat, pelanggaran atas syariat Allah, dan penindasan. Islam hadir untuk membebaskan mereka dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari ketidaktahuan syariat menuju pemahaman halal dan haram, dari kehidupan yang penuh dengan beban menuju kebebasan.

Keberadaan seorang muslim di tengah-tengah masyarakat untuk melanjutkan tugas para nabi, memperbaiki masyarakat setelah memperbaiki dirinya. Memberi petunjuk kepada masyarakat setelah mendapat petunjuk. Bukan menjadi orang yang rusak dan menyesatkan. Mengajak orang lain kepada kebaikan dengan cara yang makruf, mencegah orang pada kemungkaran dengan tidak menimbulkan kemungkaran baru.

Implementasi dari pesan nabi “Siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika tidak mampu hendaknya mencegah dengan lisannya, jika tidak mampu dengan lisan hendaknya mencegah kemungkaran dengan hatinya. Mencegah dengan hati adalah iman yang lemah”.

Para ulama menjelaskan bahwa mencegah kemungkaran dengan tangan melalui kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki, mencegah dengan lisan melalui ajakan atau tulisan maupun pesan yang santun, dan mencegah kemungkaran dengan hati, dinilai sebagai iman yang paling lemah. Semua ini dimaksudkan agar setiap orang tidak mengabaikan atau membiarkan kezaliman hadir di sekitar mereka.

Islam datang untuk mengubah masyarakat menuju kualitas hidup yang lebih baik, hal ini tercermin pada tingkat ketaatan yang tinggi kepada Allah, pengetahuan tentang syariat, dan terbebasnya umat dari belenggu kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, serta berbagai belenggu yang memasung mereka. Membebaskan manusia dari penindasan merupakan tugas mulia, sering kali melebihi tugas-tugas keagamaan yang bersifat ritual.

Realitas menunjukkan bahwa yang banyak miskin, bodoh, terbelakang adalah umat Islam. Menghadapi kenyataan seperti ini, orang kemudian melirik bahwa yang salah bukan ajaran Islam melainkan pemahaman umat Islam terhadap ajaran agamanya.

Kenyataan seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Islam memandang kemunduran umat Islam tidak hanya terletak pada ketidaktahuan tentang syariat, melainkan juga pada ketimpangan struktur ekonomi dan sosial.

Al-Qur'an menuturkan bahwa kemiskinan disebabkan karena tidak adanya usaha dan aksi bersama untuk membatu kelompok yang lemah. Dan kecenderungan mencintai kekayaan secara berlebihan. Mereka yang tidak memiliki kepedulian dan memakan kekayaan alam dengan rakus. Alquran mencela kelompok seperti ini dengan istilah “pendusta agama” dan “al-Humazah” (mereka yang mengumpul-ngumpul harta dan menghitungnya). (*)

  • Bagikan