Dari hasil jepretan yang dipajang dalam bentuk galeri, terlihat gambaran lengangnya sejumlah ruas jalan, pusat perbelanjaan, destinasi wisata, hingga tempat-tempat publik lainnya. Membawa kembali ingatan ke masa awal pandemi hadir.
Proses pembelajaran di sekolah terpaksa beralih secara daring. Pun, aktivitas perkantoran hingga aktivitas peribadatan sebisa mungkin dilakukan dari rumah untuk meminimalisir kontak fisik.
Perasaan menyayat hati cukup terasa saat melihat potret pemakaman korban Covid-19. Entah berapa banyak orang yang terpaksa harus mengikhlaskan kepergian orang terkasihnya akibat terpapar virus tersebut.
Di lain sisi, terlihat pula potret perjuangan tenaga medis dalam merawat dan memberikan dukungan moril pada pasien yang tengah menjalani isolasi.
Tingginya risiko tenaga kesehatan terpapar virus mengisyaratkan bahwa kita tak boleh menyerah pada keadaan dan harus terus berjuang melawan pandemi.
Gebrakan program pengendalian pandemi hingga kampanye penerapan protokol kesehatan terus digaungkan.
Vaksinasi digenjot untuk membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity. Melawan berita bohong atau hoax agar masyarakat bersedia divaksin. Berbagai sektor kehidupan pun perlahan bangkit, meski masih terseok-seok.
Industri mulai kembali bergeliat meski belum sepenuhnya pulih. Aktivitas sekolah mulai dilaksanakan secara tatap muka, kendati masih terbatas.
Seluruh gambaran situasi itu terpampang nyata dalam ratusan potret foto yang terpajang.
Keadaan sekarang memang sudah membaik dibanding masa awal pandemi. Namun, tidak ada yang pernah tahu pasti kapan kehidupan akan kembali normal setelah peristiwa tertentu? Sepertinya kita semua perlu waktu yang lama, atau opsi lainnya, kita harus hidup berdampingan virus ini.
“Lewat foto-foto inilah kami ingin merefleksi dinamika pandemi. Bagaimana beratnya perjuangan pemerintah dan masyarakat menciptakan harapan baru menuju kehidupan yang lebih terjaga,” ucap Iqbal Lubis. (Syamsi)