OPINI: Sifat Kemaruk, Kera

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – ‘’Katakanlah (Muhammad), sekiranya kamu menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya (perbendaharaan) itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya. Dan manusia itu memang sangat kikir.’’ (QS. Al-Isra’/17: 100).

Seekor kera, jantan, duduk di anak tangga terbawah sebuah taman. Seseorang menyodorkan roti. Kera dengan sigap, menyambut dan menyantapnya, lahap. Sebelum roti pertama habis, tangan itu menyodorkan roti berikutnya.

Itu berulang sampai beberapa kali. Walupun tak satupun dari roti itu dimakan habis, kera tetap dengan cekatan menerima roti baru, kendati akhirnya jatuh berhamburan.

Menit berikutnya, si murah hati mengganti roti dengan pisang. Kera istiqamah dengan sikapnya: tangkas menyambut pisang, langsung menyantapnya, lahap. Si murah hati tak memberikan kesempatan kera mengunyah dan menikmati santapannya. Pisang lain disodorkan, kera dengan cepat menangkap.

Kera tidak hirau dengan roti dan pisang yang ‘’berhamburan’’ di depannya, tapi setiap pemberian baru disodorkan, piawai menggenggam, sambil berkali-kali menoleh. mungkin khawatir ada ‘’pesaing’’ datang dan ikut mendapatkan nikmat langka itu.

Di salah satu perhelatan, beberapa tamu –perempuan, setelah menoleh kiri-kanan, ‘’berlomba’’ mengambil sejumlah kudapan yang tersedia. Hanya hitungan detik, beragam cemilan yang semula tertata rapi di piring, berpindah tempat ke tas tangan.

***

Di berbagai persimpangan jalan di berbilang kota; di sejumlah pelataran masjid, dan tempat ramai lainnya, orang-orang dalam balutan pakaian seadanya, mengadu peruntungan –dengan beragam cara, kadang dengan ekspres memelas dibarengi ungkapan yang menyentuh hati, berharap belas kasih dari mereka bermurah hati, mengelindingkan koin atau, jika sedang beruntung, uang ribuan yang lusuh.

Buah kemurahan hati itu menjadi harapan utama penyangga kebutuhan keseharian hidup mereka yang papa.

Di belahan kota yang lain: di hotel-hotel berbintang, di gedung-gedung mewah atau di tempat-tempat ragam pesta dan hajatan lazim diselenggarakan dengan hidangan prasmanan, ratusan tamu, bercengkrama dengan wajah berseri, sambal mengisi tempayan dengan beragam menu, kadang tanpa menakar nafsu makan.

  • Bagikan