Untuk mengembalikan kejayaan Peternakan dan Kesehatan Hewan di Sulawesi Selatan maka diperlukan upaya dengan memperhatikan kondisi social budaya peternak lokal Sulsel yang tentunya sangat jauh berbeda dibandingkan peternak di Pulau Jawa.
Hal ini dapat dilihat dari pola budidaya ternak yang dilakukan di Sulsel yang sebagian besar diumbar dan hanya sebagian kecil yang dikandangkan. Pola ini tentunya akan mempengaruhi penerapan program dan kegiatan. Keberhasilan program inseminasi di Pulau Jawa dipengarui oleh pola budidaya sapi yang sebagian besar dikandangkan.
Mengapa peternak di Pulau jawa sebagian besar mengandangkan? Karena keterbatasan lahan untuk penggembalaan. Hal ini tentunya berbeda dengan wilayah di Sulsel yang masih memiliki lahan-lahan yang memungkinkan untuk penggembalaan sapi.
Dengan demikian penerapan program pengembangan ternak sapi di Sulsel tidak bisa disamakan dengan program yang ada di Pulau Jawa. Untuk Sulsel, program yang tepat adalah program pengembangan Kawasan peternakan dengan konsep kawin alam yang perlu diberikan porsi lebih besar dibandingkan dengan konsep inseminasi buatan.
Ada beberapa alasan diantaranya, masih tersedianya lahan yang dapat digunakan untuk penggembalaan yang tidak digunakan, terbatasnya kemampuan peternak untuk mengelola dan membudidayakan sapi diatas 5 (lima) ekor, peternak sebagian besar masih bersifat usaha sampingan sehingga tidak focus dalam manajemen beternaknya, pertumbuhan ternak melalui kawin alam memiliki angka kebuntingan lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan kawin suntik yang dapat mencapai 95%.