MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ini adalah kisah rumah tangga yang inspiratif. Kisah perjalanan 51 tahun rumah tangga Ibu Hj. Lutfiah Hamid dan suaminya, Almarhum Drs. H. Muhammad Rani Daeng Tangnga dapat menjadi patron atau tempat bercermin bagi banyak pasangan rumah tangga, minimal oleh anak-cucu mereka yang terdiri dari 7 putra-putri (1 wafat) dan 19 cucu.
Kisah suka-duka itu terungkapkan kemarin malam melalui media Zoom yang dipandu oleh Helmi Ayuradi Miharja, M. Saleh Mude, dkk dan diisi materi Tauziyah oleh Prof. Dr. Hafid Abbas, Ketua Senat Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Sementara, pembacaan doa dipandu oleh Dr. Muhammad Zain, Direktur Tenaga Guru dan Kependidikan Madrasah Kementerian Agama RI, Jumat malam, 15 Juli, waktu Amerika dan Sabtu pagi, 16 Juli 2022, waktu Indonesia.
Kami menikah di Makassar, 20 Juli 1971, saya berumur 19 dan suami saya, Alm. Muhammad Rani Daeng Tangnga 24 tahun. Dia hanya melihat saya sekali dan langsung mengutus kakeknya untuk melamar saya.
Saya selalu bersyukur dan membanggakan suami saya karena dia tergolong suami yang setia, tinggi perhatian dan kepedulian pada keluarga, tidak pernah selingkuh atau mendua, tidak pernah tertarik untuk berpoligami, rajin bekerja sebagai pegawai negeri sipil hingga pensiun, dan tegas dalam mendidik anak-anak kami, kata Hj. Lutfiah Hamid.
Pada sisi lain, suamiku adalah tipe suami yang unik, tidak tahu memasak apa pun, semuanya harus dilayani atau full service, mulai disiapkan makanan dan minumannya di meja makan hingga baju dan celana kantornya.
Ketika beliau sudah pensiun dari Kantor Wilayah Koperasi Provinsi Sulawesi Selatan, ia sering ikut dengan setia pada kegiatan-kegiatan saya, misalnya di rapat dan pertemuan saya dengan teman-teman atau komunitas saya.
Jika ia tidak ikut maka setiap saat atau sepanjang jalan, saya harus angkat teleponnya, dia banyak tanya, mama sudah di mana? Apa sudah melewati jalan ini? Dan berbagai pertanyaan sepanjang jalan, urai istri Almarhum Daeng Tangnga dengan suara terisak.