Penulis : Umi Kalsum, SH
Analis Anggaran Pertama pada Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa
GOWA, RAKYATSULSEL - Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri atau P3DN merupakan upaya Pemerintah untuk mendorong masyarakat agar lebih menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor.
Apa perlunya P3DN?
1. Meningkatkan penyerapan produk industri dalam negeri.
2. Penyerapan tenaga kerja.
3. Mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
4. Penghematan devisa.
5. Mengurangi ketergantungan produk luar negeri melalui pengoptimalan belanja pemerintah.
6. Menciptakan bangsa Indonesia yang mandiri.
Landasan Hukum untuk Penerapan TKDN diantaranya UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, PP Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Perpres 12 tahun 2021, dan Permenperin Nomor 02/ M-IND/PER/I/2014 tentang Pedoman Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Penerapan Produk dalam negeri wajib digunakan dalam pengadaan barang/jasa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan cara; pertama Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), kedua Perhitungan Bobot Manfaat Perusahaan Dalam pengadaan barang/jasa.
Apakah yang dimaksud TKDN? Tingkat Komponen dalam Negeri pada Barang, Jasa atau Gabungan Barang dan Jasa. Selain itu ada pula BMP yang berkaitan erat dengan TKDN. BMP adalah Bobot Manfaat Perusahaan yaitu nilai penghargaan kepada perusahaan yang berinvestasi di Indonesia karena memberdayakan Usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi melalui kemitraan, memelihara kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan (K3L), Memiliki sertifikat sistem manajemen mutu dan Memberikan fasilitas pemeliharaan dan pelayanan purna jual.
Pertanyaan yang timbul adalah Siapa yang menentukan TKDN dan BMP? TKDN ditetapkan oleh Menteri Perindustrian, Verifikator : Badan Sertifikasi Nasional; Sucofindo; atau Lembaga sertifikasi lainnya. Sementara kita adalah pengguna, dengan memanfaatkan Daftar Inventarisasi Barang/ Jasa Produksi Dalam Negeri.
Penerapan Perhitungan TKDN Dalam Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas 3 Tahap yaitu :1. Tahap Perencanaan ,2. Tahap Pemilihan Penyedia , dan 3. Tahap Pelaksanaan Kontrak.
Penerapan Perhitungan TKDN dan BMP dalam Pengadaan Barang/Jasa diwajibkan besaran TKDN+BMP minimal 40% , TKDN minimal 25%. Dimaksimalkan besaran TKDN+BMP kurang dari 40% , TKDN minimal 15%. Diberdayakan untuk TKDN mulai dari 10% sampai dengan kurang dari 15%.
Cara Mengetahui Nilai TKDN dan BMP yaitu dengan mengakses : http://tkdn.kemenperin.go.id/search.php kemudian Isi kolom pencarian berdasarkan katagori : Nama produk, perusahaan, nomor sertifikat TKDN , Contoh Produk : Sabun, Sarung tangan, Masker, Alat pertanian, Notebook, Alat kesehatan , Contoh Perusahaan : CV. Lidah Buaya, PT. Zyrexindo Media Buana , PT Jayamas Medica Industri.
Sanksi bagi yang tidak melaksanakan prinsip TKDN tersebut diatas dapat dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Untuk Lembaga verifikasi (pasal 106) akan diberikan sanksi tertulis dan pencabutan penunjukan sebagai Lembaga verifikasi independent TKDN.
Untuk Pejabat Pengadaan (pasal 107-108) dapat dikenakan sanksi berupa peringaatan tertulis, Denda administrative sebesar 1% dari nilai kontrak pengadaan barang dan jasa dengan nilai paling tinggi (Rp. 500.000.000) dan pemberhentian dari jabatan pengadaan barang dan jasa.
Sanksi bagi Produsen Barang/Jasa yaitu Pencabutan sertifikat TKDN, Pencantuman dalam daftar Hitam dan Denda administratif berupa pengurangan pembayaran sebesar selisih antara nilai TKDN penawaran dengan nilai TKDN pelaksanaan paling tinggi 15 % atau 3 kali nilai =barang yang diimpor. (*)