Hasil Analisis Data Pengukuran Stunting Kabupaten Bantaeng
- Perkembangan Sebaran Prevalensi Stunting
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak balita akibat kekurangan gizi kronik dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang badan atau tinggi badan berada di bawah standar WHO (PP No.72 Tahun 2021).
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Permasalahan stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), akan berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Intervensi yang paling menentukan untuk mengurangi terjadinya stunting adalah intervensi pada usia 1000 HPK. Intervensi stunting memerlukan konvergensi program/intervensi dan upaya sinergis pemerintah serta dunia usaha dan masyarakat.
Berikut adalah tabel perbandingan kasus stunting di Kabupaten Bantaeng pada tahun 2020-2022 berdasarkan data e-PPGBM bulan Agustus pada tahun berjalan.
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa kasus stunting mengalami peningkatan jumlah kasus maupun prevalensi dari tahun 2020 sebanyak 1091 kasus atau 11,04 % menjadi 1752 kasus atau 14,19 %.
Namun pada tahun 2022 terjadi sebaliknya yaitu terjadi penurunan yang signifikan dalam jumlah kasus maupun prevalensinya kasusnya meningkat menjadi 807 kasus atau menjadi 5,84 %.
Penurunan kasus maupun prevalensi stunting di tahun 2022 tentunya menjadi beban yang harus bisa diselesaikan bersama oleh pemerintah maupun seluruh perangkat daerah terkait yang harus diselesaikan dengan melakukan konvergensi stunting. Kegiatan konvergensi tersebut dilakukan dalam 8 Aksi Konvergensi Stunting dalam rangka percepatan pencegahan dan penurunan stunting di Kabupaten Bantaeng.
Berikut adalah grafik perbandingan kasus stunting di Kabupaten Bantaeng pada tahun 2020-2022 berdasarkan data e-PPGBM bulan Agustus pada tahun berjalan.
Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi stunting di Kabupaten Bantaeng dari 11,04% tahun 2020 menjadi 14,19 % pada tahun 2021, namun di tahun 2022 kembali terjadi Penurunan prevalensi stunting menjadi 5,84 %.
Dari Grafik diatas juga terlihat bahwa dari data per kecamatan menunjukkan bahwa kecamatan yang paling tinggi penurunan prevalensi stunting berada di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Bantaeng yang prevalensi stuntingnya dari 35,94 % pada tahun 2020 menjadi 3,04 % pada tahun 2022, dan Kecamatan Bissappu yaitu dari 35,79 % pada tahun 2020 menjadi 1,53 % pada tahun 2022.
Dari grafik di atas juga kita bisa melihat bahwa terdapat 2 (Dua) kecamatan yang mengalami peningkatan prevalensi stunting di tahun 2021, yaitu Kecamatan eremerasa dan Kecamatan Gantarangkeke
Kegiatan intervensi yang telah dilakukan untuk menurunkan angka stunting adalah dengan melakukan Konvergensi Stunting yang mana melibatkan seluruh perangkat daerah terkait mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan sampai ke tingkat keluarga.
Selain itu adanya kegiatan pencegahan melalui perbaikan gizi pada 1000 HPK berupa intervensi spesifik seperti pemberian makanan tambahan pada ibu hamil yang kekurangan energi kronis menggunakan makanan tambahan makanan pabrikan, peningkatan pelayanan pada ibu hamil seperti pemeriksaan minimal 6 kali selama masa hamil, pemberian tablet tambah darah, pemberian makanan tambahan pada balita gizi kurang, melakukan penyuluhan/konseling/pendampingan pada ibu hamil dan balita yang bermasalah gizi, pemberian vitamin dan pemantauan pertumbuhan.
Sedangkan kegiatan intervensi sensitive yang telah dilakukan seperti memastikan akses air bersih dan sanitasi yang baik, edukasi atau konseling pada calon pengantin, menyediakan akses ke layanan kesehatan dan keluarga berencana, memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua, serta memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada remaja.
- Gambaran kondisi stunting di Kabupaten Bantaeng
A. Faktor Determinan yang memerlukan perhatian
Faktor yang masih menjadi kendala dalam penurunan stunting tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Dari tabel diatas terlihat bahwa faktor determinan terbesar yang menjadi pencetus terjadinya stunting di Kabupaten Bantaeng adalah adanya kebiasaan merokok yaitu sebanyak 510 orang, dengan kasus tertinggi berada di Kecamatan Eremerasa yaitu sebanyak 222 orang.
Faktor determinan terbesar kedua adalah masih terdapatnya sebanyak 144 orang yang belum memiliki kartu kepesertaan JKN, dan yang tertinggi ada di Kecamatan Uluere yaitu sebanyak 55 orang.
Faktor determinan lainnya adalah masih terdapatnya sebanyak 77 RT yang belum memiliki jamban sehat, masih terdapatnya sebanyak 68 keluarga yang bermasalah dalam hal ketersediaan air bersih, adanya 57 Ibu Hamil yang memiliki riwayat ibu hamil KEK, adanya infeksi kecacingan pada balita sebanyak 32 orang,serta adanya penyakit penyerta pada balita sebanyak 6 balita.
B. Perilaku kunci RT 1000 HPK yang masih bermasalah
Terdapat beberapa perilaku kunci yang membutuhkan perhatian yaitu Praktek Pemberian ASI eksklusif (63,49 %), perilaku merokok orang tua stunting, asupan makanan yang kurang pada balita, pola asuh yang kurang, riwayat KEK pada masa hamil (13,72 %).
Selain itu masih perlunya pemantauan pemberian dan konsumsi Tablet Tambah Darah bagi remaja putri juga perku mendapat perhatian khusus. Beberapa hal tersebut masih membutuhkan intervensi dan pembinaan secara konvergensi dan berkelanjutan.
C. Kelompok Sasaran Beresiko
Kelompok beresiko yang perlu mendapatkan perhatian antara lain adalah calon pengantin, Ibu hamil, Ibu menyusui, bayi, dan baduta. Remaja puteri perlu disiapkan untuk menjadi calon pengantin pada usia idealnya, sehingga saat hamil bisa menjadi ibu hamil yang sehat dan berperilaku sehat sehingga bayi yang dikandungnya dapat lahir dengan selamat, sehat dan cerdas.
Bayi yang dilahirkan berhak mendapatkan inisiasi menyusui dini, ASI eksklusif dan pemberian makan bayi dan anak yang sesuai sehingga pertumbuhan otaknya dapat optimal dan berkontribusi pada peningkatan IPM di Kabupaten Bantaeng di masa akan datang. (*)