JENEPONTO, RAKYATSULSEL - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jeneponto nampak masih bergaya primitif.
Hal tersebut lantaran DPRD Jeneponto menerapkan aturan larangan peliputan oleh wartawan terhadap rapat- rapat yang digelar oleh DPRD Jeneponto. Seperti rapat komisi, rapat banggar dan rapat- rapat lainnya, termasuk rapat dengar pendapat atau RDP.
Untuk membuktikan hal tersebut, Rakyat Sulsel, Rabu (8/2/2023) siang, mencoba mengikuti jalannya rapat dengar pendapat yang digelar oleh Komisi II DPRD Jeneponto, terkait masalah pupuk di masyarakat yang dilaporkan oleh salah satu kepala desa. Namun hasilnya, Ketua Komisi II DPRD Jeneponto, Hanapi Sewang meminta wartawan untuk keluar dari tempat digelarnya pertemuan kala itu, yang digelar di Ruang Komisi II DPRD Jeneponto.
Menurut Ketua Komisi II DPRD Jeneponto, Hanapi Sewang, berdasarkan tata tertib di DPRD Jeneponto tidak diperbolehlan wartawan ada dalam rapat yang digelar DPRD.
"Kami minta rekan wartawan untuk tidak berada di tempat ini, karena itu berdasarkan tatib (tata tertib), "ujar Hanapi Sewang yang juga salah Anggota DPRD Jeneponto yang rangkap jabatan sebagai pengurus KONI Kabupaten Jeneponto.
Jika dibandingkan dengan DPRD pada daerah lainnya, DPRD Jeneponto nampak tertinggal dalam hal keterbukaan publik dan nampak masih bergaya primitif, yang tidak memberikan ruang pada jurnalis atau wartawan melakukan liputan atau kontrol sosial terhadap apa yang anggota DPRD lakukan saat rapat- rapat di gedung milik rakyat tersebut.
"Kalau begitu, kita masyarakat tentu semakin curiga dengan para anggota dewan saat ini, ada apa?, apa yang mereka ingin sembunyikan?, kenapa jurnalis yang menjadi mata dan telinga masyarakat sengaja dibatasi ole mereka dengan dalil tata tertib, pantas banyak kasus dugaan korupsi yang menyeret sejumlah nama oknum anggota dewan Jeneponto saat ini," ujar Suaib yang merupakan warga sekitar kantor DPRD Jeneponto. (Zadly Kr Rewa)