Muhammadiyah Tak Masuk Arena Politik Praktis

  • Bagikan
Profesor Ambo Asse memberi sambutan usai terpilih kembali sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel untuk masa jabatan 2022-2027 pada Musyawarah Wilayah ke-40 di Kabupaten Enrekang, Minggu (5/3/2023).

"Sementara untuk Sekretaris belum ditentukan, kita akan segerakan untuk rapat dalam dua hari ke depan untuk menyusun struktur PWM 2022-2027," ujar Gagaring.

Dalam pemilihan anggota PWM Sulsel yang dilaksanakan pada Sabtu (4/3) malam dihasilkan 13 formatur terpilih di antatanya Abbas Baco Miro, disusul Ambo Asse, Mawardi Pewangi, Abd Rakhim Nanda, Muhammad Syaiful Saleh, Budu, Gagaring Pagalung, Mustari Bosra, Arifuddin Ahmad, Dahlan Lamabawa, Abdul Qadir Gassing, Pantja Nurwahidin, Husain Abd Rahman.

Direktur Profetik Institute, Muh Asratillah menilai, dua ormas Islam terbesar di Indonesia dalam hal ini Muhammadiyah dan NU memiliki sikap yang serupa.

"Secara kelembagaan mereka netral dalam lapangan politik praktis namun tidak melarang kadernya untuk berkiprah di Parpol tertentu," ujarnya.

Menurutnya, Muhammadiyah sebagai ormas Islam juga punya peran sebagai eksponen masyarakar sipil. Selain itu, Muhammadiyah mesti bisa mengambil jarak dengan semua kekuatan politik yang ada.

"Termasuk terhadap dua parpol yang diinisiai oleh kader-kader Muhammadiyah seperti PAN dan Partai Ummat," tuturnya.

Ia menjelaskan, mengapa Muhammadiyah mesti mengambil jarak yang sama dengan semua gerbong atau parpol yang ada, karena beberapa alasan. Pertama, pengambilan jarak ini memungkinkan Muhammadiyah menjadi bagia dari Kompas Etika Politik di Indonesia. Dengan mengambil jarak terhadap semya kekuatan politik.

"Muhammadiyah akan punya kemampuan dan kesempatan untuk melakukan evaluasi moral terhadap segala bentuk praktik politik," bebernya.

Kedua, dengan mengambil jarak, Muhammadiyah justru bisa menjadi perekat solidaritas kebangsaan di tengah-tengah benturan kepentingan politik praktis yang ada.

"Posisi non-partisan memungkinkan Muhammadiyah menjadi payung bersama bagi semua kekuatan politik yang ada," ucap Asratilla.
Ketiga, walaupun Muhammadiyah mengambil sikap non-partisan, itu tidak berarti Muhammadiyah buta terhadap signifikansi politik praktis.

"Muhammadiyah selama ini justru menyalurkan kepentingan politiknya melalui kader-kadernya yang terlibat di berbagai Partai Politik yang ada," ujar dia. (Yadi/B)

  • Bagikan