OPINI: In Memoriam Prof Iskandar Idy, Tokoh Kemanusiaan

  • Bagikan
Prof Iskandar Idy

Rekam jejak dan sepak terjang jabatan birokrasi Prof Iskandar Idy memang luar biasa mulai dari Kepala Kantor Inspeksi Pendidikan Agama Kab. Enrekang (1972), Kepala Kandepag Soppeng merangkap kepala MAN Soppeng (1976).

Kepala Balai Diklat Agama Makassar (1983), Kabid Pergurais Kanwil Depag Sulsel (1991), Kabag Sekretariat Kanwil Depag Sulsel (1998), Kepala Biro IAIN Alauddin (1999), Kepala Kanwil Depag Sulsel (2000), Direktur Pengelolaan Keuangan Haji (2006), dan terakhir karier birokrasinya dipercaya Menteri Agama H. Maftuh Basuni sebagai Direktur Bina Haji Departemen Agama RI (2007).

Sepengetahuan saya, sekaligus merangkum pandangan teman-teman beliau, setiap memegang jabatan Prof Iskandar Idy selalu meninggalkan lagazy, terutama ketika sebagai Kakanwil Agama. Hampir semua gedung di Kanwil Agama saat ini adalah lagazy Prof Iskandar Idy dan jajarannya Gedung Informasi Haji (4 lantai), Gedung Bidang Penmad, Gedung Urais, Pontren dan Penaiszama (yang kemudian direhap di zamannya Pak Dr. H. Bahri Mappiasse).

Lapangan Indor Tennis, bahkan pernah dibangun pula lapangan tennis Indors di Asrama Haji Sudiang (namun karena lokasinya dibutuhkan untuk pembangunan Mockup Pesawat untuk keperluan manasik haji, akhirnya lapangan indor itu dihapuskan).
Lalu di era kepemimpinan Bapak Drs. KH. Khaeroni, M.Si saat ini, Gedung Utama Kanwil kementerian Agama Sulsel direhap dan dimodernisasi guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Amin.

Dibalik kesuksesan dan kecemerlangan birokrasi Prof. Iskandar Idy di samping ada figur istri tangguh Hajjah Rahmah, Almarhum Prof Iskandar Idy juga diperkuat dengan berbagai pengalaman Diklat Kepemimpinan yang bisa dibilang “keren” mulai dari Spadya Depag di Jakarta (1981), Training of Coach di bandung (1983), Training of Trainer di Jakarta (1984), Management of Training di Jakarta (1985), Sespa Nasional di Jakarta (1986), School Management Training di New Zaeland (1997), Strategic Overseas di Pakistan (2000) dan Lemhanas 9 Bulan di Jakarta (2001).

Ketiga, Prof. Iskandar Idy sebagai Pemimpin Umat yang Strategik. Ternyata antara Birokrasi, Pendidikan, dan Sosial Keagamaan bagi Prof Iskandar Idy ternyata sulit dipisahkan, selalu berjalanan sinergis dan berbarengan, atau paling tidak bergantian sejalan dengan kondisi.

Ternyata bagi almarhum Iskandar Idy, istilah “pensiun” tidak pernah dirasakan secara hakiki, sebab memasuki usia purnabakti dari Departemen Agama, atas permintaan Gurutta KH. Sanusi Baco almaghfurlah, Prof. Iskandar Idy diminta mengajukan diri sebagai Calon Ketua Tanfidziyah PWNU Sulawesi Selatan pada Konferensi Wilayah NU Sulsel di Kab. Pangkep, akhirnya terpilih.

Beliau juga pernah menjabat Ketua GUPPI Sulawesi Selatan, anggota Biro Kerohanian Golkar Sulsel (ketika PNS masih diperbolehkan).

Dengan manajemen strategik Prof. Is dalam pemberdayaan potensi NU di Sulsel, Karya monumental Prof Iskandar bersama Panitia Pembangunan adalah keberhasilan mempersembahkan mahakarya Gedung Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan. Semoga Gedung lagzay ini menjadi central pembinaan umat sekaligus membangun jiwa nasionalisme anak bangsa.

Keempat, Prof. Iskandar Idy sebagai Pelaku Entrepreneurship Andal. Semua orang sekeliling Prof Iskandar Idy pasti tahu betul bahwa sosok Pegawai Departemen Agama yang bisa dibilang sukses dan berberkah dalam dunia bisnis adalah salah satunya adalah Prof Iskandar Idy. RSIA ANANDA adalah bukti nyata. Belum lainnya misalnya Biro Penyelenggara Haji dan Umrah, Bisnis ternak sapi di Gowa, dan Pertanian di Sidrap.

Saya tidak tahu persis, siapa sebenarnya yang memiliki jiwa bisnis, Prof. Iskandar atau Ibu Hajjah Rahmah, pasti sulit dipisahkan antara peran keduanya dalam dunia bisnis Prof. Iskandar.

Namun di masa-masa tuanya, beliau sering sekali cerita sama saya: “alhamdulillah Pak Kaswad, nikmat Allah kepada saya besar sekali. Bersyukur, saya ini pegawai Departemen Agama tapi berani mendirikan apotik dan rumah sakit. Manajemen Rumah sakit itu tidak sama di Departemen Agama.

Butuh profesionalitas. Oleh karena itu, lanjut Prof KH Iskandar Idy bahwa bentuk syukur saya adalah membebaskan biaya rumah sakit 100 persen bagi ulama dan kyai, sedangkan untuk pegawai Kementerian Agama, gratis rumah sakit tapi tetap bayar untuk biaya dokter”.

Bagi saya, sentuhan tangan Prof. Iskandar Idy itu seperti “Tangan Cina”, selalu berhasil usaha bisnisnya.

  • Bagikan