MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Persaingan sengit akan tersaji pada pemilihan senator Sulawesi Selatan. Tiga dari empat petahana akan berupaya mempertahankan kursi yang berhasil diduduki pada Pemilu 2019. Sejumlah pendatang baru siap adu pamor. Dari kalangan milenial hingga kader partai politik kepincut ingin menjadi senator.
Dari tiga pemilihan umum terakhir, peminat kursi DPD RI di daerah ini tak pernah surut. Meski hanya menyiapkan empat kuota, tak menyurutkan animo bagi mereka yang meyakini layak duduk di lembaga yang dulunya bernama Fraksi Utusan Daerah (F-UD) itu.
Berdasarkan daftar resmi yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan, ada 19 orang yang akan bertarung memperebutkan jatah empat kursi senator di daerah ini. Jumlah ini relatif berkurang bila dibandingkan dengan kontestan pada 2019 yang berjumlah 42 orang.
Sebagai kilas balik, berdasarkan data dari KPU Sulsel, pada Pemilu 2009 sebanyak 34 calon mendaftar DPD RI. empat yang terpilih yakni Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar, Aksa Mahmud, Bahar Ngitung, dan Litha Brent. Sedangkan pada Pemilu 2014 sebanyak 33 calon DPD RI. Empat yang terpilih yakni Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar, Ajiep Padindang, Bahar Ngitung dan A.M. Iqbal Parewangi.
Kemudian pada Pemilu 2019, peminat mendaftar DPD RI asal Sulsel sebanyak 42 orang. Empat senator yang terpilih Masing-masing Andi Ihsan, Lily Amelia Salurupa, Tamsil Linrung, dan Ajiep Padindang.
Beragamnya latar belakang bakal calon DPD, memuat persaingan untuk menuju Jakarta, akan sengit. Beberapa nama 'besar' digadang-gadang akan mengeluarkan seluruh kekuatan dan amunisi untuk meraup suara sebanyak-banyaknya.
Tiga petahana yakni Andi Muhammad Iksan, Tamsil Linrung, dan Amelia Salurapa kembali memanaskan persaingan. Adapun senator Ajiep Padindang lebih memilih memperebutkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, melalui Partai Golkar.
Direktur Parameter Publik Indonesia (PPI), Ras Md mengatakan persaingan calon DPD RI dapil Sulsel tak kalah seru dengan pertarungan caleg DPR RI di Sulsel.
"Atmosfer pertarungannya juga relatif kompetitif. Artinya, ada banyak figur penantang potensial bisa bersaing dengan para petahana," ujar Ras Md, Selasa (6/6/2023).
Dia mencontohkan figur penantang Andi Muhammad Yagkin Padjalangi. Menurut dia, mantan anggota DPRD Provinsi ini punya basis suara di Kabupaten Bone dan Kota Makassar. Begitu pula dengan Abdul Waris Halid, adik kandung Nurdin Halid ini punya jejaring elektoral yang cukup potensial, seperti Bone dan Sinjai.
Selain itu, pendeta Musa Salusu tak bisa dianggap enteng. Menurut Ras, Pendeta Musa punya basis utama di Toraja Raya, meski harus bersaing dengan koleganya, Amelia Salurapa yang merupakan kandidat petahana.
"Saya tidak katakan tiga petahana DPD RI dapil Sulsel ini berpotensi kalah, tapi tetap harus kerja ekstra membendung perlawanan para penantang," ujar Ras.
Menariknya, sambung dia, bertarung sebagai caleg DPD RI sebenarnya tingkat kesulitannya tidak seberat bertarung sebagai caleg DPR RI. Ras mengatakan, bertarung sebagai caleg DPD RI hanya memikirkan kekuatan dirinya sebagai kandidat.
"Sementara caleg DPR RI, mesti memperhatikan kekuatan partai dan persaingan internal caleg," imbuh dia.
Olehnya itu, Ras mengatakan, tip utama bagi figur calon DPD RI, dua hal penting yang mesti diperhatikan dalam memenangkan pertarungan. Pertama, maksimalkan popularitas sebagai calon DPD RI. Makin populer, makin terbuka peluang dipilih oleh publik.
Kedua, membangun akseptabilitas dengan baik, agar daya tarik keterpilihan sebagai caleg DPD RI semakin kuat.
"Selain harus populer, juga tingkat akseptabilitas mesti linear dengan pengenalan sebagai calon DPD RI. Dengan begitu, peluang mendulang suara akan terbuka lebar," ujar Ras.
Pengamat demokrasi Nurmal Idrus mengatakan, pertarungannya calon senator diprediksi bakal amat keras. Dari nama-nama yang lolos sebagai calon, hampir semua punya basis suara baik basis daerah maupun basis organisasi.
"Saya pikir ini tantangan yang berat bagi petahana karena kualitas penantang yang terlihat amat bagus," imbuh Nurmal.
Mantan Ketua KPU Kota Makassar itu mengatakan, penguasaan basis wilayah menjadi sangat sentral dalam perebutan suara model DPD RI. Maka, calon yang punya basis massa daerah punya peluang lebih besar. Misalnya, Al Hidayat Samsu dan Yaqin Padjalangi.
"Tetapi, semua harus dibarengi dengan manajemen tim yang bagus dengan pengelolaan data dukungan yang terstruktur baik," imbuh Nurmal.
Selain Hidayat dan Yagkin, politikus partai yang ikut bertarung di DPD adalah Andi Hatta Marakarma dan Andi Abd Waris Halid (Golkar), Harmansyah (Gerindra), serta Yusran Paris (PAN).
Direktur Eksekutif PT Indeks Politica Indonesia (IPI) Suwadi Idris Amir mengatakan luasnya cakupan wilayah kampanye calon DPD mengharuskan kandidat membutuhkan mesin politik.
"Ada dua mesin yang harus dimanfaatkan calon DPD. Pertama bantuan mesin partai politik dengan menggunakan bacaleg dalam mengkampanyekan calon DPD tertentu," ujar Suwadi.
"Kedua bantuan ormas yang punya jaringan kuat untuk bisa membantu memberikan suara kepada calon DPD," sambung dia.
Suwadi mengatakan, bila salah satu partai solid untuk memberikan dukungan kepada salah satu kandidat maka potensi mereka untuk menggeser petahana, sangat besar.
"Apalagi kalau bisa meminta bantuan lebih dari satu partai, seperti Tamsil Linrung saat ini dekat dua partai, PKS dan Gelora ditambah jaringan Kahmi. Ini menjadi modal untuk Tamsil. Begitu juga Harmansyah yang di-back up oleh Gerinda dan Karang Taruna Sulsel, ini semua modalnya," ujar Suwadi.
Ketika calon DPD mendapatkan dukungan dari partai dan ormas, kata Suwadi maka pertarungan sangat kencang dan itu berpotensi untuk menggeser petahana.
"Bila petahana tidak mendapatkan dukungan partai dan ormas maka tentu mereka akan kerepotan untuk melawan pendatang baru yang dibackup oleh partai dan ormas," katanya.
Suwadi juga mencermati perebutan suara dari kalangan non muslim. Menurut dia, satu kursi yang selama ini "dijatah" untuk kalangan itu bisa saja hilang karena suara akan terbagi. Lily Amelia Salurapa akan head to head dengan Pendeta Musa Salusu.
"Kalau non muslim solid (satu nama) maka peluang untuk memiliki satu kursi tetap terjaga," imbuh Suwadi.
Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI) Nursandy Syam mengatakan majunya sejumlah kader parpol yang mengincar kursi DPD RI tak lantas secara otomatis akan di-back up oleh infrastruktur partai.
"Tidak juga dengan mudah mereka mampu menggerakkan kekuatan kader-kader partai yang ada di daerah untuk kepentingan sosialisasi pencalonannya," ujar Nursandy.
Apalagi, kata dia, situasinya beberapa calon senator berasal dari partai yang sama. Seperti Andi Hatta Marakarma dan Waris Halid berasal dari Golkar. Kemudian Andi Yagkin Padjalangi dan Al Hidayat dari PDIP.
"Pertanyaannya siapa yang mendapatkan rekomendasi dari partainya untuk pencalonan di DPD RI? Apakah kekuatan partai akan dengan enteng dibagi kepada kedua kader? Bila ingin menunggangi infrastruktur politik partai, calon senator yang maju perlu mendapatkan dukungan nyata dari pimpinan partai. Minimal instruksi dari ketua partai kepada pengurus dan kader di daerah untuk salah satu kader," ujar dia.
Di samping itu, adanya kader partai yang berstatus kepala daerah juga tak akan mudah diraih dukungannya oleh calon senator sekalipun berada pada warna yang sama. Sebab ini tergantung juga penerimaan figur calon senator itu sendiri.
"Jadi kekuatan figur juga ikut menentukan totalitas perjuangan kader-kader partai di daerah untuk memenangkannya," kata Nursandy. (suryadi-fahrullah/C)