Setelah dikeluarkan lokasi tersebut dari statusnya sebagai kawasan hutan produksi tetap dan akan dibangun Bendungan Paselloreng, tiba-tiba ada oknum yang memerintahkan beberapa honorer di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Wajo untuk membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) secara kolektif sebanyak 246 bidang tanah pada 15 April 2021 lalu.
Sporadik tersebut kemudian diserahkan kepada masyarakat dan Kepala Desa Paselloreng dan Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani. Sehingga dengan sporadik itu seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah tersebut atas nama pribadi, padahal diketahui bahwa tanah yang dimaksud adalah kawasan hutan yang statusnya baru saja diubah.
"Sebanyak 246 bidang tanah kemudian dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh satgas A dan Satgas B yang dibentuk dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum tersebut," jelas Leonard saat mengekspose kasus ini.
Leonard juga mengatakan, bahwa berdasarkan foto citra satelit yang dikeluarkan pada Tahun 2015 lalu oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), tampak lokasi tersebut sebelumnya masih berstatus kawasan Hutan Produksi Tetap dan bukan merupakan tanah garapan sebagaimana klaim masyarakat.
"Dengan demikian lahan tersebut tidak termasuk dalam kategori sebagai lahan garapan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan," katanya.