Soal Alih Fungsi Lahan Jadi Perumahan, Pemkab Takalar: Prosesnya Ketat dan Tidak Mudah

  • Bagikan

”Pemkab perlu turun tangan dan menjaga alih fungsi lahan pertanian produktif, sehingga lahan pertanian di Kabupaten Takalar tidak terus berkurang karena digunakan untuk pengembangan pembangunan perumahan,” kata Adi Nusaid Rasyid, Rabu (13/9/2023).

Mantan aktivis itu juga menyeselkan, mestinya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Takalar tidak mudah memberikan rekomendasi dan mengeluarkan izin. Sebab, jika hal tersebut dibiarkan, tidak menutup kemungkinan lambat laun lahan pertanian di Butta Panranuangku berkurang.

“Pemkab Takalar harusnya tidak mudah memberikan rekomendasi atau izin kepada siapapun pelaku usaha yang ingin melakukan pengembangan pembangunan perumahan diatas lahan produktif. Kita dukung pembangunan perumahan, asalkan di bangun diatas lahan yang tidak produktif,” tegas Adi Nusaid.

Dia pun mendesak Pemkab Takalar untuk segera menghentikan pembangunan perumahan diatas lahan produktif itu.

“Saya minta Pemkab Takalar segera menghentikan pembangunan perumahan diatas lahan produktif itu, karena saya lihat develover Rachita Indah ini diduga semakin hari semakin menambah jumlah unit bangunan perumahannya,” pungkas Adi Nusaid Rasyid.

Diketahui, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo meminta aparat penegak hukum dan pemerintah daerah lebih tegas menegakkan aturan terkait alih fungsi lahan. Saat ini laju alih fungsi lahan pertanian sudah cukup besar sehingga dikhawatirkan ke depan akan mengganggu ketahanan pangan.

Terkait soal alih fungsi lahan ini, Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan koordinasi antarpulau yang dimulai di Sulawesi. Rapat Koordinasi Bidang Ketahanan Pangan berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan, belum lama ini. Selain pejabat Kementerian dan kepala dinas pertanian se-Sulawesi, turut hadir Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Mayor Jenderal Totok Imam Santoso, jajaran kejaksaan, hingga kepolisian.

“Kita dihadapkan pada ancaman krisis, di antaranya perubahan iklim. Di satu sisi jumlah penduduk makin banyak. Kita harus menjaga agar akselerasi pertanian berjalan makin baik, tidak stagnan, dan jangan mundur. Salah satu yang harus dijaga adalah lahan strategis pertanian, lahan pertanian produktif dan beririgasi, tidak dialihfungsikan,” kata Syahrul.

Dia mengatakan, saat ini laju alih fungsi lahan sudah cukup besar dan mengkhawatirkan. Jika dibiarkan, hal ini akan mengganggu ketahanan pangan ke depan. Berdasarkan data Kementan yang mengutip data Badan Pusat Statistik tahun 2021, alih fungsi lahan sawah berkisar 60.000-80.000 hektar per tahun.

Jika indeks panen padi yang beralih fungsi 2,5-3 persen dengan produktivitas rata-rata 6 ton gabah kering giling (GKG) per hektar, dalam lima tahun lahan sawah yang beralih fungsi berkisar 300.000-400.000 hektar. Itu artinya kehilangan hasil padi mencapai 1,8 juta-2.4 juta ton GKG.

Menurut Syahrul, persoalan alih fungsi lahan ini sudah harus diantisipasi dan ditekan dengan menegakkan aturan. Dia mengingatkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 yang mengatur soal alih fungsi lahan.

”Saya meminta penegakan aturan oleh penegak hukum sebagaimana diatur dalam UU No 41/2009. Saya berharap alih fungsi lahan bisa ditekan dengan tindakan tegas. Jangan ada pejabat yang bermain-main dengan urusan alih fungsi ini. Kami berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum ikut mempertahankan lahan yang ada,” katanya.

Menurut Syahrul, lahan pertanian strategis dan berkelanjutan adalah lahan yang sudah diyakini produktivitasnya, irigasinya sudah jadi, dan menjadi sumber pangan rakyat. Lahan seperti ini yang harus dipertahankan.

Dia mencontohkan, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membuat peraturan gubernur untuk menjaga lahan pertanian. Berapa pun lahan yang keluar atau beralih fungsi harus digantikan. Di daerah, berbagai upaya meningkatkan produksi padi juga terus dilakukan. Di Sulsel, selain menekan alih fungsi lahan, penggunaan benih berkualitas juga terus digalakkan.

Salah satu yang dilakukan adalah program mandiri benih. Program ini dimulai tahun lalu. Benih yang digunakan adalah hasil penangkaran yang dilakukan di instalasi benih di Sulsel dengan melibatkan petani penangkar.

Program ini dinilai berhasil menambah produksi padi hingga lebih dari 250.000 ton pada akhir tahun lalu. Ada peningkatan produktivitas 0,5 ton hingga 2 ton per hektar dengan penggunaan benih ini. Untuk tahun ini, pemerintah Sulsel menyiapkan 2.500 ton benih untuk lahan sekitar 100.000 hektare. (Adhy)

  • Bagikan