MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Departemen Ilmu Pemerintahan (DGS) Universitas Hasanuddin (Unhas) mengadakan kuliah umum dengan tema “Kapitalisme dan Perubahan Agraria: Kelas, Produksi, dan Reproduksi di Indonesia.” Acara ini diselenggarakan di Aula Prof. Syukur Abdullah FISIP Unhas, pada Senin (9/10/2023).
Acara dibuka oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unhas, Prof. Dr. Phil. Sukri M.Si mengungkapkan pentingnya topik dari kuliah umum tersebut.
Ia menyampaikan, kuliah umum ini mendiskusikan analisis kelas secara akademis, dan bisa mendorong semua pada kesadaran, sehingga ada pokok bahasan yang ingin mengeksploitasi karst lebih jauh untuk pemanfaatan semen batu raja.
"Kemudian ada juga bagian yang ingin melindungi karst di Provinsi Jambi oleh sebab kuliah umum ini dibuat untuk mengetahui lebih banyak tentang karst yang ada di Provinsi Jambi," ungkap Dr. Phil. Sukri.
Setelah pembukaan oleh Dekan FISIP Unhas kegiatan dilanjutkan dengan peyerahan plakat kepada narasumber serta melakukan foto bersama yang dihadiri langsung Ketua Departemen Ilmu Pemerintahan FISIP Unhas, Dr. H. A. M. Rusli, M.Si.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai mahasiswa dari berbagai departemen, khususnya di lingkup FISIP Unhas. Narasumber pada acara ini adalah Muchtar Habibi, M.Sc, PhD dari Departemen Manajemen Kebijakan Publik FISIPOL Universitas Gajah Mada (UGM) dan Muhammad Chaeroel Ansar S.IP, M.Sc dari Departemen Ilmu Pemerintahan FISIP Unhas serta dimoderatori oleh Ashar Prawitno.
Beberapa mahasiswa sebagai peserta kuliah umum memberi komentar dan mengajukan pertanyaan. Bagaimana peran pemerintah dalam kondisi diferensiasi kelas tersebut dan bagaimana relevansi kelas bagi pemuda hari ini yang notabenenya cenderung tidak tertarik pada sektor pertanian.
Dalam paparan materinya Muchtar Habibi, PhD menjelaskan mengenai diferensiasi kelas di pedesaan Jawa dan Sumatera serta potensi kars saat ini.
Petani dalam perspektif kelas bukanlah kelas yang tunggal, melainkan terdiferensiasi secara variatif, ada petani pekerja, petani produsen kecil, dan petani kapitalis.
"Diferensiasi kelas ini berdampak secara politis bagi kehidupan atau relasi sosial di pedesaan," kata Muchtar Habibi, PhD.
Menurutnya, UUD NRI 1945 pada dasarnya telah secara eksplisit menegaskan bahwa tanah itu dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Ketika kemakmuran rakyat menjadi poin dasar bagi pemerintahan maka pengakuan rakyat atas tanah-tanah yang belum bersertifikat bisa menjadi pertimbangan dalam kajian kebijakan yang dilakukan.
Untuk kedepannya pemerintah hendaknya menegakkan UUD NRI 1945 yang pada dasarnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Hal paling dasar pemerintah hentikan klaim pemerintah atas tanah yang dimanfaatkan oleh rakyat. Jadi, sebelum berpikir jauh mengenai land reform, sebaiknya hentikan saja klaim-klaim negara atas tanah yang kemudian dijual kepada pihak swasta dalam bentuk konsesi jangka panjang," tutupnya. (Yadi/A)