MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Suara warga Muhammadiyah di Sulawesi Selatan dipastikan akan terbagi pada pemilihan legislatif 2024. Puluhan kader dari salah satu organisasi Islam terbesar ini akan ambil bagian untuk memperebutkan kursi menuju parlemen. Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sulsel siap sosialisasi figur-figur kader yang bdertarung.
Sebanyak 44 kader atau warga Muhammadiyah di Sulsel ikut dalam kontestasi Pemilu 2024 yang digelar 14 Februari 2024.
Mereka tercatat sebagai bakal calon legislatif untuk DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, hingga DPR RI dan DPD RI yang tersebar di berbagai partai politik.
Figur berlatar belakang Muhammadiyah terdiri atas caleg DPD RI 1 orang, caleg DPR RI terdapat 14 orang dan Caleg DPRD Provinsi Sulsel sebanyak 28 orang. Sehingga berjumlah 44 orang.
Dukungan kepada seluruh kader Muhammadiyah untuk bertarung di Pileg 2024 terlontar pada acara Rapat Kerja Wilayah Lembaga Hikmah Dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah se-Sulsel, akhir pekan lalu.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Profesor Ambo Asse menyatakan Raker LHKP Muhammadiyah Sulsel menjadi wadah bagi kader di Sulsel untuk menghadapi momentum politik 2014.
"Selain membicarakan masalah politik kader persyarikatan, LHKP juga diharapkan terlibat dalam perumusan kebijakan publik pemerintah," ujar Ambo Asse.
Menurut dia, dengan jumlah anggota sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia, tak heran jika Muhammadiyah juga menjadi incaran partai-partai politik. Namun, tak mudah untuk memikat mereka karena kesadaran politik yang tinggi. Ambo Asse mengatakan, majunya kader-kader Muhammadiyah dalam kancah perpolitikan semakin mempertegas ketatnya persaingan untuk meraih suara di kalangan warga Muhammadiyah.
Dia mengatakan, para kader Muhammadiyah memiliki pengaruh dan basis massa masing-masing. Peluang mereka untuk lolos ke parlemen di semua tingkatan terbuka lebar sepanjang para pendukung tidak beririsan satu sama lain.
"Soal siapa yang umat pilih, itu tergantung kelincahan para kader yang menjadi caleg. Nama-nama kader Muhammadiyah ini akan sosialisasi kepada warga," ujar dia.
Pada dasarnya, kata Ambo Asse, Muhammadiyah bersikap independen dan bukan bersikap netral dalam urusan politik praktis. Hal itu tertuang dalam pada keputusan Muktamar Muhammadiyah tahun 1978 di Kota Surabaya. Muhammadiyah adalah independen dengan pengertian tidak merupakan bagian, tidak mempunyai hubungan organisasi, tidak merupakan afiliasi dan tidak mempunyai ikatan kelembagaan dengan organisasi lain.
"Muhammadiyah memiliki otoritas otonom dan berwenang mengatur sendiri rumah tangga dan kaidah-kaidah organisasinya," imbuh Ambo.
Guru besar Universitas Islam Negeri Alauddin itu mengatakan, tidak ada keputusan resmi Muhammadiyah-baik keputusan muktamar atau keputusan tanwir sejak 1912 hingga kini- yang menyatakan Muhammadiyah netral terhadap urusan politik praktis. Dia menjelaskan, pernyataan 'sikap netral' diduga hanya tafsir sebagian anggota Muhammadiyah terhadap narasi besar bahwa Muhammadiyah independen. Ironisnya, narasi itu terlanjur ditelan mentah-mentah, padahal kurang tepat.
Ambo Asse menjelaskan, sikap netral adalah salah satu tafsir (dan bukan tatsir tunggal) atas sikap independen. Sikap netral adalah sikap tidak memihak salah satu calon atau berada di luar sikap yang ada. Sikap ini cenderung mengakibatkan perilaku apolitis, bersikap negatif terhadap politik, dan tidak ambil bagian dalam urusan politik praktis.
Dalam hal sikap independen, Muhammadiyah dapat mendukung kader dan warganya untuk mencalonkan diri pada pemilu tanpa intervensi dari siapapun. "Selain itu, Muhammadiyah juga dapat memilih sikap netral atau non-partisan pada Pilpres," imbuh dia.
Adapun Ketua Lembaga Hikmah Dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah Sulsel, Basti Tetteng menekankan pentingnya keterlibatan kader Muhammadiyah dalam event politik pemilu 2024. Dia berharap dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan warga Muhammadiyah bisa mengantarkan kader yang berkompetisi di 2024 agar duduk di parlemen.
"Kami upayakan kader Muhammadiyah bisa duduk di kursi parlemen di semua tingkatan," ujar Basti.
Dia menyebutkan salah satu tugas lembaga yang dia pimpin adalah merumuskan strategi politik dan kebijakan politik persyarikatan Muhammadiyah.
basti mengatakan, LHKP fokus pada konsolidasi terutama menyiapkan kader dalam ranah politik. Poin yang tidak kalah pentingnya yaitu mengawal kader-kader yang maju pileg 2024, supaya bisa lolos untuk membawa misi Muhammadiyah.
"Oleh sebab itu, PW Muhammadiyah memberikan kelonggaran untuk seluruh kader maupun pimpinan di Muhammadiyah agar maju di Pemilu 2024," ujar dia.
Sejauh ini KPU RI sudah menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT). Dari total 9.917 usulan 18 partai politik peserta pemilu 2024. Khusus di Sulsel terdapat 406 orang masuk DCT untuk memperebutkan 24 kursi dari dapil I, II dan III di 24 Kabupaten/kota se-Sulsel.
Dari total 406 orang masuk DCT asal Sulsel, terdapat 14 orang caleg DPR RI berlatar kader Muhammadiyah Sulsel. Adapun sejumlah caleg DPR RI berlatar Muhammadiyah yakni, Caleg DPR RI Abdul Rachmat Noer dan Andi Nurpati dari Partai Demokrat Dapil Sulsel I.
Sedangkan, sebanyak 1.138 caleg DPRD Provinsi Sulsel akan memperebutkan 85 kursi sesuai Daftar Calon Tetap (DCT) 2024. Mereka akan bertarung di 11 daerah pemilihan atau (Dapil) di Sulsel. Terdapat 28 caleg dari kalangan Muhammadiyah.
Salah satu caleg DPR RI, Abdul Rachmat Noer menyatakan terus bergerak untuk mendapat simpati calon pemilih. Menurut dia, tim yang dibentuk berupaya mengusung program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Rachmat pernah menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel pada 2006-2010 dan Wakil Bendahara PW Muhammadiyah Sulsel 2015-2020.
Sementara Caleg Dapil Sulsel I, Andi Nurpati menyatakan meski mengetahui bahwa Muhammadiyah tidak berpolitik praktis, tetapi ketika ada kader yang maju di kontestasi di bidang politik termasuk menjadi caleg, baik itu DPR RI, DPRD provinsi, kabupaten/kota, para kader akan saling mendukung.
"Sebagai caleg tentunya harus kerja keras. Kerja cerdas dan juga selalu semangat untuk bisa terpilih melakukan komunikasi dengan masyarakat. Tidak hanya di internal perserikatan Muhammadiyah tapi juga perserikatan umum," ujar caleg dari Partai Demokrat itu.
Adapun, Mukhtar Tompo menyebutkan melakukan kegiatan yang bisa menarik simpati masyarakat. "Secara umum masyarakat tidak semata-mata melihat partai tapi melihat figur dan rekam jejak," ujar Mukhtar.
Khusus persaingan di internal Muhammadiyah, menurut Mukhtar, tidak menjadi persoalan. Alasannya, para pemilih sudah cerdas, dan rasional. Dia mengatakan, pada Pemilu 2024, Muhammadiyah tidak mau kehilangan momen emas dalam melihat kader-kader Muhammadiyah yang selama ini sudah menjadi kader persyarikatan.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar Andi Luhur Priyanto kader Muhammadiyah punya hak yang sama dengan warga negara lainnya untuk ikut berkontestasi. Hana saja, kata dia, jangan sampai ada kesan bahwa Muhammadiyah tidak mengurus kader padahal punya peluang besar untuk terpilih.
"Atau jangan sampai nanti terpilih baru mau diklaim bahwa mereka kader Muhammadiyah, meskipun bantuan-bantuan Muhammadiyah secara politik terbatas," kata Luhur.
Menurut dia, Muhammadiyah memang tidak berpolitik praktis, tapi juga tidak melepas kader begitu saja. Dia mengatakan, Muhammadiyah punya strategi-strategi meski tidak sampai membangun jejaring dan mendekatkan caleg dengan calon pemilih dari Muhammadiyah.
Terpisah, Direktur Profetik Institute Muhammad Asratillah berpandangan soal peluang kader Muhammadiyah. Menurut dia, salah satu kelebihan kader Muhammadiyah adalah kapasitas sumber daya manusia.
"Hal dikarenakan Muhammadiyah memiliki jenjang kaderisasi yang lengkap dan lumayan ketat," ujar Asratillah.
Dia mengatakan, soal peluang, tergantung di dapil mana mereka akan bertarung dan sampai sekuat apa jejaring politik yang dibangun.
"Tentu, tidak bisa hanya mengandalkan anggota Muhammadiyah sebagai sumber suara, tapi mesti menambah kekuatan elektorat mereka dari segmen pemilih lain," ujar dia. (Suryadi Maswatu/C)